Bila benar data peserta BPJS adalah 168 juta peserta dengan iuran Rp. 36.000,- per bulan per peserta, maka jumlah dana terkumpul adalah Rp. 6,048 trilyun. Atau Rp. 72,576 trilyun setiap tahun.Â
Berarti tanpa pengalihan subsidi BBM, sudah ada dana tetap sedemikian untuk meng"cover" masalah kesehatan rakyat Indonesia. Bukan dari hasil kekayaan alam, tapi dari keringat masing-masing peserta.
input keterangan:
Selain itu, Fahmi menambahkan pula masih ada ketimpangan antara iuran dan klaim layanan kesehatan. Iuran untuk tahun ini masih Rp 36 ribu per kepala per bulan. Bisa lihat juga disiniÂ
Jika menurut berita, akan ada tambahan 6 juta peserta baru lagi, maka akan ada tambahan omset sebesar Rp. 216 milyar perbulan atau Rp. 2,592 trilyun per tahun.
Jika mengelola 300 juta perbulan saja, sudah dapat mendapatkan keuntungan yang baik bagi para pengelola maupun perusahaan, lalu bagaimana dengan negara?
Pendanaan BPJS berasal dari dana patungan peserta untuk membiayai peserta-peserta yang sakit, memakai fasilitas dan atas nama pemerintah. Tentunya memiliki konsekwensi pertanggung-jawaban yang transparan kepada masyarakat.
Karena mengatas-namakan kebijakan pemerintah, lalu memakai puskesmas, RSUD dan rumah sakit yang memakai anggaran pembangunan menggunakan APBD/APBN, maka BPJS bukanlah sebuah pemberian jaminan kesehatan dari pemerintah.
Uang BPJS berasal dari keringat para peserta, maka BPJS wajib membuat laporan keuangan secara terbuka kepada para peserta.
BPJS wajib membuat laporan keuangan, jumlah pemasukan dari iuran, jumlah penagihan dari setiap pintu-pintu pelayanan kesehatan, lalu cashflow hingga terlihat jumlah untung ruginya.
Tidak perlu buat keluhan bangkrut, bangkrut dan bangkrut lalu menaikkan iuran.