Surat ini saya tujukan kepada kamu.
Kamu.
Sudah lama saya ingin mengatakan ini pada kamu. Iya kamu.
Kepada siapa saya menghabiskan waktu untuk hitungan tahun, kepada siapa saya membuat kenangan bersama. Kemudian saya simpan, mungkin lupakan di suatu masa. Saya tidak tahu pasti.
Sudah lama saya ingin mengatakan ini. Tepat di ujung temu, saya mulai mengerti kenapa mereka tak henti nya membicarakan satu kata yang tak pernah hilang dari peradaban manusia, cinta.
Saya cinta kamu.
Keberuntungan ataukah kemalangan, saya tak tahu.
Kisahnya, beberapa tahun ini kita bersama. Suka dan duka itu relatif. Mana yang lebih banyak, saya tak bisa terka. Bagi saya yang pengecut, memiliki kamu adalah dunia. Tapi kenyataan bilang, saya tak mengalami sebuah punya. Mungkin belum, saya tak tahu. Bahkan dengan menulis ‘belum’, saya terkesan mengharap. Yang bahkan saya tak akan elak, iya.
Saya masih berharap kita bertemu kembali. Saya masih berharap kita membuat kenangan bersama lagi. Berjalan di bawah lampu temaram. Terjaga di sudut malam. Saling mewarnai hati yang kelam. Menguatkan di kehidupan yang kejam.
Saya mencintai kamu.
Saya mengakui ini. Saya berharap kamu mafhum dengan kondisi saya, sebagaimana saya mafhum perihal kamu. Seharusnya saya berujar ini kala dulu. Saya tak pernah tahu jika pada akhirnya ujung temu sedekat itu. Segelap itu.