Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Memukul Murid BUKAN Tindakan Mendidik! TITIK!

26 Oktober 2024   10:12 Diperbarui: 26 Oktober 2024   11:06 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembelaan mungkin akan muncul dari berbagai pihak terutama orang-orang dewasa yang menganggap memukul itu diperbolehkan untuk mendisiplinkan anak. Benar begitu? Sudah melakukan penelitian langsung dan mendengarkan apa kata anak-anak? Apakah bagi anak itu sendiri, dipukul itu dimengerti sebagai tindakan mendidik bagi dirinya?

Suryani itu berlebihan dalam bertindak! Di Indonesia ini, di lingkungan sekolah, masih ada banyak Suryani-Suryani yang lain. Hanya saja, orang tua si anak yang dipukul Suryani pakai sapu itu seorang polisi yang tidak terima anaknya dipukul. Pun, secara sosial, status Suryani sebagai guru honorer membuatnya rentan. Beda kalau yang tadinya memukul itu seorang guru yang bukan honorer, punya kekayaan lebih dari guru pada umumnya, atau pasangan dari guru yang memukul itu seorang dokter atau tentara, singkatnya, kedudukan sosialnya di masyarakat termasuk di atas rata-rata. Itu bisa aman, tidak seperti Suryani yang sudah secara sosial statusnya hanya sebagai guru honorer, suami kerja serabutan, wah, rentan betul dijerat hukum begitu melakukan kesalahan.

Bagi saya, jelas apa yang dilakukannya itu salah! Memukul seorang anak di dalam kelas menggunakan gagang sapu hanya karena anak itu tidak tertib menulis.

Inilah tipe atau jenis guru yang tidak cukup terdidik! Jangan marah kalau saya bilang jenis guru macam Suryani itu jenis guru yang kurang atau belum terdidik!

Anak-anak, apalagi kalau masih SD, apa iya harus kita paksa duduk rapi dan manis menulis apalagi kalau sedang ditinggal oleh guru di kelas?

Saya, waktu sudah kuliah saja, begitu dosen keluar dari ruangan, kami yang katanya sudah mahasiswa saja ribut kok. Dalam arti, begitu dosen tidak ada di kelas, atau belum datang padahal kami sudah menunggu di kelas, kami riuh, nggak teriak, hanya ngobrol dengan teman di kiri atau kanan. Gitu saja tetapi pernah ada seorang dosen yang tiba-tiba masuk dan langsung menggedor pintu kelas kami dengan sangat keras sambil berteriak, "Diaammm!"

Manusia tidak diciptakan oleh Tuhan untuk duduk-manis di dalam ruangan kotak persegi. Memaksa anak-anak secara halus dengan mengatasnamakan pendidikan untuk berada di kelas selama berjam-jam dan mengharapkan mereka tertib sepanjang waktu termasuk ketika guru tidak berada di kelas adalah tindakan biadab, tidak manusiawi.

Secara umum, manusia punya dua kaki, dua tangan, dan proporsi dari bagian-bagian tubuh ini termasuk besar untuk tubuh manusia. Jadi, dari bentuk tubuh saja, apalagi manusia punya mulut, mata, telinga, hidung, sangatlah tidak cocok kalau kita harapkan dia duduk manis saja di kursinya selama berjam-jam di dalam ruangan kotak empat itu.

Kalau ada orang berharap anak-anak duduk manis sepanjang waktu di kelas mematuhi apa yang diminta guru, sebaiknya patung-patung sajalah yang dijadikan murid, jangan manusia!

Orang yang melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apapun itu, termasuk memukul murid di sekolah yang dilakukan oleh guru, adalah sebuah gambaran yang jelas bahwa si pemukul (yang juga adalah guru) mengalami persoalan-persoalan di dalam dirinya: tidak cakap mengendalikan diri, tidak cakap mendidik, tidak cakap mencari solusi kreatif dan manusiawi dalam menjalankan tugas sebagai pendidik, dan tidak cakap memahami apa itu pendidikan manusia.

Memukul itu adalah salah satu contoh buruk, termasuk pada kategori membulli bahkan lebih kejam daripada membulli karena dilakukan oleh seorang yang disebut sebagai pendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun