Â
- Prokreasi. Dari kodratnya, perkawinan terarah pada kelahiran anak. Artinya, suami-istri dipanggil oleh Tuhan untuk ikut ambil bagian dalam proses penerusan generasi baru. Paus Paulus dalam Humane Vitae no. 11 menggarisbawahi hal ini dengan mengatakan, "cinta kasih suami-istri harus sepenuhnya manusiawi dan eksklusif serta terbuka terhadap kehidupan baru" (bdk. Kej. 1:28, GS. 50 dan FC 29 par. 3) [6]Â
Â
- Pendidikan anak. Anak adalah buah cinta suami-istri sesungguhnya merupakan dari anugerah Tuhan. Karena itu, Â suami-istri bertanggungjawab untuk memberikan pendidikan yang layak (baik pendidikan formal: sekolah, maupun pendidikan infor-mal: etiket, adat istiadat, pendidikan nilai, keterampilan hidup, dll) agar nanti mereka dapat hidup dengan wajar. Dengan kata lain, orangtua memiliki kewajiban untuk menyediakan masa depan yang baik bagi anak-anaknya. Â Â
Â
- Dimensi Sakramentalitas Perkawinan Orang-Orang yang Dibaptis[7]
Â
Seperti yang ditegaskan oleh Kan. 1055, Kristus sendirilah yang mengangkat perkawin-an menjadi sebuah sakramen ( 1) sehingga sifat perkawinan di antara orang-orang yang telah dibaptis adalah sakramen ( 2). Dengan demikian, secara teknis-yuridis, sakramentalitas perkawinan hanya terjadi pada perkawinan orang-orang yang dibaptis. Gagasan yuridis ini mendapat pendasarannya pada Ef. 5:22-33, yang memberikan makna teologis tentang sakra-men. Rumusan kanon ini menandaskan adanya identitas antara perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis dengan sakramen. Identifikasi ini membawa konsekuensi:
Â
- Semua perkawinan sah yang diselenggarakan antara orang-orang yang dibaptis, dengan sendirinya merupakan sakramen ( 2).
- Sakramentalitas perkawinan tidak terletak pada pemberkataan pastor karena yang menjadi pelayan sakramen perkawinan adalah kedua mempelai sendiri yang berjanji.
- Orang-orang yang dibaptis tidak dapat menikah dengan sah jika dengan maskud positif dan jelas mengecualikan sakramentalitas perkawinan.
- Perkawinan antara orang yang dibaptis, dengan sendirinya akan diangkat dalam martabat sakramen jika keduanya dipermandikan. Â Â
- Sifat-Sifat Perkawinan
Â
Sifat-sifat perkawinan Katolik ditunjuk jelas dalam Kan. 1056 demikian,
Â
"Ciri-ciri hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (sifat takdapat-diputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen."
Â