Jaya melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya, menunjukan jam 17.00, wajahnya kusut tak beraura ceria. tapi berusaha menyunggingkan senyuman disudut bibirnya setiap kali pak tua yang ada didepannya berseloroh cerita masa lalunya.
Pakde Nurdin biasa pulang sore seperti ini, tanya Jaya tak bersemangat
biasanya jam segini udah pulang, tapi ini tumben belum pulang.
setelah mendengar jawaban dari ayah Nurdin, Jaya mohon pamit pulang. titip salam saja pakde sama Nurdin, ucap Jaya sambil berlalu pergi dengan motor bututnya.
Sepanjang jalan tak terasa air hangat keluar dari kedua kelopak matanya. membuat Jaya menghentikan laju motor.Â
dipinggir jalan, dibawah pohon asem Jaya duduk termenung. air hangat yang keluar dari kedua sudut matanya semakin deras keluar,tak terbendung sehingga pundak Jaya berguncang guncang.Â
dadanya terasa sesak, marah, kesal, ingin memaki semua wajah wajah yang terlintas dan berseliweran dibenaknya.
Dasar kalian tidak tau balas budi kalian orang orang yang sangat aku benci, Â teriaknya dengan sangat keras. Â
tiba-tiba masa yang lalu seperti hadir didepan matanya, mengingatkannya akan masa itu, masa dimana semua teman-teman, sahabat dan rekan berkumpul dengan suka cita. mereka menyanjung, memuji, dan mengagumi keberhasilan dan kesuksesannya.Â
tak sedikit teman, sahabat dan rekannya yang dengan tanpa ragu meminta bantuan pada Jaya saat dalam keadaan terpuruk.
tapiiii saat ini ketika Jaya terpuruk dan membutuhkan mereka, tak ada satu pun yang mau mendekat atau bahkan mereka seperti menghindar seperti halnya Jaya adalah penyakit yang menular dan akan merepotkan mereka.