"Eh, tonggoni gah, kitane masih ning toilet," temen saya nyeletuk dari kamar mandi
"Iye sih, tak tonggoni ning kene keh. Tenang bae, sembari siap-siap kite nonggoni," jawab teman yang lain. Kami sekamar berempat.
Tak lama, kami sudah siap untuk berangkat ke Masjid. Biasanya sebelum meninggalkan kamar, cek kunci kamar dulu, takut tertinggal. Kemudian kami mulai turun dengan lift. Ada tangga sih. Tapi terbayang dengan lantainya yang banyak, sudah terasa 'lekloknya' kaki.
Singkat cerita, baru di jalannya saja, orang yang menuju masjid untuk pelaksanaan salat jumatan, sudah penuh padat merayap. Tapi ingat pikiran kita harus positif. Agar apa yang kita dapat karena pikiran positif kita, insyaAllah dapat yang terbaik.
Teman kami menyarankan agar kami lewat jembatan layang yang lurus dari jalan yang biasa kami lewati. Kalau masuk Masjid pengen di bagian depan Ka'bah, harus belok ke arah kiri kemudian melewati jalur yang dijaga oleh laskar berseragam. Tapi mengingat penuhnya Jemaah, kami memutuskan untuk lurus jalan jembatan layang. Artinya jalan yang kami ambil adalah jalan yang ada di atasnya jalan menuju ruang di mana letaknya Ka'bah.
Dan benar saja, padatnya Jemaah membuat penjaga ada di mana-mana. Sampai di tempat membuka sepatu, kami disuruhnya belok ke kiri. Kami sebagai Jemaah yang memang mencari tempat, ikut perintahnya. Tapi sudah berjalan jauh di Lorong lantai 3 tempatnya orang thawaf pengguna kursi roda, belum juga mendapat tempat. Akhirnya ada ruang masjid yang sudah penuh isinya laki-laki. Kami dan Jemaah yang lainnya terutama perempuan terus digiring oleh laskar untuk mengikuti petunjuk arah bahwa perempuan itu tempatnya bukan di tempat itu, tapi masih terus ke sebelah kanan lagi sesuai penyekat kayu dengan ukiran dan sebagiannya semacam pagar besi yang bisa dilipat menyerupai rolling door tapi pendek sepinggang.
Setelah jalan jauh, belum juga dapat tempat. Dan laskar yang mengawal sudah berganti bukan yang laki-laki tadi, tapi ini perempuan. Kami terus digiring agar dapat menempati tempat yang memang diperuntukkan bagi Jemaah perempuan.
Akhirnya kami sampai di masjid pintu 74 lantai 3. Sudah menjadi kebiasaan kami, kalau sampai di tempat, baik di ruang sekitar Ka'bah atau di masjid, yang pertama diperhatikan adalah nomor pintu. Tujuannya agar Ketika keluar, kami tahu arah yang dituju. Jangan sampai kesasar jauh, khawatir tidak tahu jalan. Masalahnya di antara kami tidak ada yang mahir Bahasa arab atau inggris. Jadi lebih mudah hapalkan pintu, insyaAllah jalan keluar sudah jelas.
Setelah dapat tempat duduk, itupun berdesakan, kalau ukuran kosongnya sih hanya untuk tiga orang, tapi kami berempat, maka mau tidak mau agak dempetan. Lipetan duduk kami agak diperkecil.
Sambil menunggu waktu dhuhur, setelah salat sunnah tahiyatul masjid, kami memperbanyak membaca Al-Qur'an. Kebetulan di depan kami tiang besar yang ditambah dengan rak Al-Qur'an. Beruntung, kami tidak harus jauh-jauh mengambil Al-Quran. Rata-rata Jemaah membaca Al-Qur'an atau berdzikir. Semua Jemaah betul-betul memperbanyak ibadah, semoga menjadi amal baik. Aamiin YRA.
Setelah beberapa surat bisa diselesaikan, tibalah saatnya jumatan. Adzan pun berkumandang. Pada momen ini, hampir semua orang mangabadikan lantunan adzan. Dulu, saya pernah dengar cerita dilarang untuk foto-foto atau memvideokan momen yang sedang berlangsung di tanah suci. Tapi kali ini, mungkin tak bisa lagi dilarang, karena semua orang membawa HP, dan di HP itu ada kamera, yang tak kan bisa lagi dicegah, mungkin. Termasuk saya juga ikutan mengabadikan momen tersebut.