Mohon tunggu...
Lilis Edah Jubaedah
Lilis Edah Jubaedah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 1 Cilegon

Saya Lilis Edah Jubaedah, Lahir di Purwakarta, 26 Agustus 1965. Pekerjaan saya Guru di SMPN 1 Cilegon. Hobby saya menulis, walapun belum mahir. Konten yang saya sering tulis apa saja yang berhubungan dengan rasa kekhawatiran diri terhadap lingkungan sekitar. Jenis tulisannya ada puisi, cerpen, opini, esai, atau apa saja yg menurut saya cocok dengan kontennya. Tapi hanya sekadar menulis saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semoga Berjodoh, Aamiin (1)

29 Oktober 2022   10:20 Diperbarui: 29 Oktober 2022   10:28 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi by canva

Ini malam minggu. Biasanya malam minggu seperti ini suka ada seseorang yang datang menamaniku ngobrol. Ya, cukup lumayan untuk mengusir kesepian. Yang diobrolin apa pun kami berdua selalu bahagia. Seperti orang yang tak punya masalah. Suka duka selalu berdua. Hujan panas selalu berdua. Apa pun yang terjadi kami selalu hadapi berdua.

"Yaang! Bulan terang banget ya, tanggal 14 kali ya. Kita berada di bawahnya seolah dengan sengaja disinari cahayanya, supaya kebahagiaan kita kelihatan sama orang lain yang lalu lalang. Mungkin biar orang lain iri akan kebahagiaan kita." Kata Arman dengan rayuan gombalnya.

"Heeh, ya mudah-mudahan kita akan selalu bahagia selamanya. Aamiin." Aku menjawab dengan penuh percaya diri. Sedikit manja.

"Gimana, kamu nyaman denganku?" Tanya Arman lagi mungkin pengen punya jawaban yang meyakinkan bahwa aku bener-bener mencintainya.

"Sampai saat ini aku merasa nyaman. Entahlah aku merasa setiap dekat denganmu, hatiku rasanya tentram. Jangan tinggalkan aku ya!" pintaku manja.

"Gak akan, gak mungkin aku meninggalkanmu, aku juga bahagia denganmu. Karena kamu itu orangnya penuh pengertian, baik hati, rendah hati, tidak pernah pilih kasih. Dan satu yang pasti aku tahu banyak orang yang suka sama kamu." Arman panjang lebar memujiku.

Selain ngobrol kadang kami main musik, nyanyi bersama, walaupun suara kami kurang enak, tapi kami menikmatinya dengan penuh penghayatan. Dia memang pandai bermain gitar, aku nyanyi? Gak lah, Cuma ikut-ikutan. Aku kurang suka, suaraku lebih enak kalau diem. Tapi karena pasanganku nyanyi, ya aku ikutan aja, pelan-pelan. Jangan sampai ganggu suara dia.

Malam minggu kami gak pernah jauh-jauh. Hanya di teras rumah. Kebetulan rumahku di pinggir jalan. Jadi yang lalu lalang tahu betul kalau malam minggu aku dan dia pasti nongkrong di teras. Berbagi cerita, berbagi rasa, tapi tidak berlebihan.

Orang tuaku memang rada kolot. Tapi kalau kelihatan mereka gak khawatir kenapa-kenapa. Kami tahu mereka kadang ngecek kami dengan melihatnya lewat jendela depan, sedikit membuka gorden. Kami pun tak mau menghhianati kepercayaan mereka. Kami sudah dipercaya, jangan sampai kami menyakiti mereka.

Kami masih muda, usia SMA. Tapi kami sudah merasakan sama-sama jatuh cinta. Orang tua kami sudah sama-sama tahu. Tapi mereka tidak pernah melarang. Hanya berpesan jangan sampai kami melakukan hal yang memalukan orang tua. Kami harus bisa menjaga sopan santun dan tatakrama serta norma yang berlaku di tempatku tinggal. Yang lebih hebat lagi warga masyarakat di sekitarnya bukan orang-orang yang suka bergunjing. Jadi mereka tidak pernah ada yang gosipin. Entah karena orang tua mereka yang pendiem tapi baik hati, rendah hati, bahkan murah hati. Menurut orang jawa peribahasa yang tepat "sepi ing pamrih, rame ing gawe."

Selain nyanyi-nyanyi ringan, kami juga kadang sama-sama mengerjakan PR bareng. Bonusnya ngobrol tentang isi hati masing-masing. Jam 9 harus sudah pulang. Untungnya Arman orangnya baik banget, gak ada watak untuk sanggup nyakitin perempuan. Kalem, dewasa, ngemong. Yang pasti soleh orangnya. Ngerti banget kalau aku sangat manja. Maklum anak satu-satunya. 

Malang tak bisa ditolak, nasib tak bisa dihindari. Suatu hari peristiwa buruk terjadi menimpa keluarga Arman. Ayah Arman yang hanya seorang karyawan biasa mendapat kecelakaan. Ayah Arman meninggal. Arman sebagai anak pertama menjadi tulang punggung keluarga. Yang tadinya sudah janjian sama sahabat hatinya, Nuri, akan kuliah bareng di mana pun. Tapi takdir berkata lain. Selulusnya dari SMA, Arman tidak bisa melanjutkan kuliah karena dia merasa tidak mampu membiayai sendiri apalagi ibunya yang hanya seorang ibu rumah tangga.  Mau gak mau Arman harus bisa mengurusi ibu dan adiknya yang masih kecil, SMP kelas 3 dan SD kelas 6. Dari pada adiknya yang harus putus sekolah, lebih baik dia yang tidak usah kuliah. Walaupun harus berpisah dengan Nuri, sahabat hatinya. Dia rela walaupun harus sakit. Dia sadar dengan keadaan seperti ini, pastinya keluarga Nuri gak setuju kalau anaknya menikahi lelaki yang berat tanggung jawabnya. Arman harus siap merelakan Nuri dengan orang lain yang dapat lebih membahagiakannya.

Arman sudah jarang main ke rumahnya Nuri. Sekarang lebih banyak waktunya dia gunakan untuk mencari kerja, apa saja yang penting halal sebelum mendapatkan pekerjaan tetap dan penghasilannya cukup untuk menafakahi ibu dan adik-adiknya.

"Ya Allah, kenapa susah sekali nyari kerja itu. Tolong Ya Allah. Aku sudah lelah mencari kerja ke sana kemari, sementara ibu dan adik-adik saya memerlukan bantuan dariku. Mudahkanlah jalanku Ya Allah. Agar keluargaku dicukupkan." Arman berdoa tak henti-henti sambil berjalan ke sana kemari mencari kerja.

"Eh, .... Arman ya? Mau ke mana? Kuliah di mana kamu Man?" kata seseorang yang selisih jalan dengan Arman.

"Eh, .... Pak Guru. Iya ini Arman, Pak Guru. Ini saya lagi mencari kerja. Tapi belum ada yang nyangkut. Ngelamar sudah ke beberapa perusahaan. Gak tahu belum ada lowongan kayaknya. Padahal saya kerja apa saja gak apa-apa. Yang penting ada penghasilan," jawab Arman panjang lebar setengah curhat.

"Oh, gitu. Mau gak kalau bapak bawa ke sekolah bapak. Kebetulan lagi butuh karyawan untuk bagian kebersihan sekolah. Kasihan Mang Jaja gak ada temennya. Kalau kamu mau hayu ikut bapak." Keterangan pak gurunya Arman membuat cuaca sedikit terang.

Gak pikir panjang Arman langsung balik kanan mengkuti gurunya untuk mendapatkan kesempatan kerja sebagai tenaga kebersihan di sekolah tempat ia dulu sekolah sewaktu SMP.

***

Nuri yang diterima di UNPAD jurusan Psikologi, sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan kampus barunya. Maklum orang tua Nuri memang orang berada, dan kebetulan anak cuma satu-satunya. Kemungkinan untuk maju dalam pendidikan tidak diragukan lagi. Sudah cantik, menarik, ramah, dan pinter pula. Pokoknya ini anak gak ada cacatnya.  Nuri sudah punya kesibukan sendiri sehingga yang namanya pulang kampung ke Desa Sukajaya sudah jarang. Seringnya orangtuanya yang menjenguk Nuri ke Bandung. Sudah tak ada lagi sepasang anak muda yang setiap malam minggu nongkrong di teras rumah dengan kemesraannya yang kadang-kadang membuat iri setiap yang lewat.

Arman sudah bahagia dengan pekerjaannya walaupun hanya sebagai tenaga kebersihan sekolah. Yang terpenting adiknya masih bisa meneruskan sekolah dan ibunya bisa mengerjakan kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Ada sekali waktu ibunya mengutarakan niatnya untuk membantu mencari nafkah, supaya Arman tidak terlalu terbebani dengan kebutuhan rumah dan adik-adiknya.

"Man, ibu mau buka warung lontong ya, biar kamu tidak terlalu capai biayain ibu. Ibu lihatnya kasihan. Kamu capai banget sampai kayak tidak ada waktu buat istirahat." Ibunya mencoba minta izin kepada anaknya.

"Kalau bisa jangan, bu. Aku pengen ibu itu hanya fokus ngurus rumah dan adik-adik. Biarlah aku saja yang mencari nafkah. Aku pengen ibu bahagia. Walaupun sampai saat ini belum bisa membahagiakan ibu. Doain ya bu." Arman tetep sopan dan santun terhadap ibunya. Dan yang tidak pernah lupa selalu minta doanya ibu.

"Aamiin. InsyaAllah ya, Man. Ibu doain kamu menjadi anak yang sukses, tetep soleh, dan orang yang tahu balas budi." Ibunya mendoakan sambil mengelus rambut anaknya.

***

Apakah Nuri lupa sama Arman? tidak akan pernah lupa. Buktinya waktu dia harus pergi ke Bandung untuk melanjutkan kuliah, dia ngajak ketemuan sama Arman.

"Sebelum berangkat aku pengen tahu siapa kamu yang sebenarnya." Kata Nuri minta kepastian sama Arman. Karena Nuri merasa dia akan selalu jauh dengan Arman. Sementara selama ini dia selalu berdua. Tak terbayang mungkin hari-hari yang akan dijalaninya tanpa Arman, khawatir akan mendapat kesulitan.

"Aku tetep sahabatmu, Nuri. Siapa aku sebenarnya, itu terserah kamu memandangnya. Andaikan kamu berkenan untuk menjadi sahabatku sepanjang umurku, aku akan tetep menunggumu. Tapi kan aku tidak tahu nasibku seperti apa. Aku hanya seorang lelaki yang mungkin tak akan dapat membahagiakan kamu, karena keadaanku hanya seperti ini. Sementara kamu dari kecil selalu mendapat kebahagiaan. Aku khawatir tidak dapat membahagiakanmu. Kalau masalah hati aku, hanya ada kamu di hatiku. Aku Tidak pernah punya temen perempuan sebaik kamu selama ini. Aku hanya akan berserah diri saja kepada Allah." Arman menghentikan kata-katanya. Dia tidak merasa kuat menahan pedih hatinya kalau harus berpisah dengan Nuri. Tapi dia juga sadar kalau dia tidak layak menjadi kekasih Nuri yang menurut dia, Nuri itu di atas dia segala-galanya.

"Man, jangan biacara seperti itu. Kita kan tidak tahu, siapa jodohnya siapa. Aku mungkin saja jadi jodohmu, tapi mungkin juga aku bukan jodohmu. Kita berdoa saja." Nuri sambil mengusap air mata.

"Iya, kita harus bisa menerima semua kehendak Allah. Ditakdirkan berjodoh Alhamdulillah, tidak berjodoh juga ya harus Alhamdulillah." Arman agak ragu dengan kata-katanya.

"Tapi kau bisa setia kan dengan aku?" Tanya Nuri tidak merasa lebih dari Arman. Dia tetep merasa bahwa manusia itu sama.

Wajar kalau Nuri di Bandung terus, jarang pulang. Karena mereka sudah punya keyakinan dan saling percaya, bahwa masing-masing akan saling menjaga hubungan baik walaupun jarak yang memisahkan, tidak akan menjadi halangan. Mereka berdua cukup banyak mendapat support dari keluarga masing-masing tentang bagaimana menjalankan hidup yang bijaksana, saling menghargai dan menghormati sesama. Selalu menerapkan pemahaman tentang manusia itu sama dihadapan Allah kecuali ketaqwaan masing-masing orang yang akan menjadikan orang itu tinggi atau rendah di mata Allah. Salut banget anak-anak soleh dan solehah.

***

Empat tahun tidak terasa. Nuri yang menjalaninya memang merasakan lamanya waktu, tapi yang merhatiin kayaknya waktu cepet banget lewat. Untungnya Nuri yang kuliahnya tekun hingga semuanya lancar tidak ada halangan, sampai tiba waktunya untuk sidang skripsi yang menunjukkan seseorang akan berakhir masa belajarnya pada strata satu.

Selama empat tahun Nuri hanya pulang delapan kali saja. Karena memang dia pulang kalau libur semesteran saja. Artinya dia hanya punya kesempatan delapan kali saja untuk ketemu sama Arman. Tapi ternyata kesempatan itu tidak pernah dipergunakan oleh Nuri untuk bertemu dengan Arman. Begitu pula Arman. Dia selalu merasa minder. Kepikiran terus andaikan dia harus bersanding dengan Nuri yang seorang sarjana. Sementara dia kerja saja hanya sebagai petugas kebersiha sekolah. Dia selalu mengelak setiap hatinya merasa rindu sama Nuri. Selalu berusaha menghindar jika pikirannya penuh dengan Nuri.

"Ah, jangan sampai aku mempermalukan dia. Aku tidak mau dia sedih karena malu harus menikah dengan aku yang hanya tukang sapunya sekolah SMP. Ya Allah berikanlah jodoh yang layak untuk dia orang yang benar-benar mencintai dan menyayangi dia, pendidikannya, kebaikannya, dan kebahagiannya sejajar dengan dia." Selalu itu yang terucap dari mulut Arman di saat dia kepikiran dengan Nuri.

"Man! Man! Sini dulu sebentar!" kata kepala sekolah langsung memanggil Arman yang lagi asyik istirahat sambil halu.

"Kamu siapkan berkas ya. Nanti akan bapak bawa ke kantor kepegawaian. Siapa tahu ada rejeki kamu menjadi pegawai THL." Kata kepala sekolah Bapak Nurhadi. M.Pd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun