Mohon tunggu...
Lilih muplihat
Lilih muplihat Mohon Tunggu... Novelis - Hanya yang suka menulis

Suka menulis, membaca, bercerita, dan makan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Peyek Pembawa Cinta Pertama (Bagian Dua)

30 Mei 2023   05:17 Diperbarui: 30 Mei 2023   05:24 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah itu, dia kembali berkeliling menjajakan gorengan miliknya.

    Hampar 3 jam Tari berkeliling dan akhirnya dia merasa bahagia dan bersyukur, sebab gorengan yang dibawa akhirnya habis tidak tersisa.

   Padahal biasanya ada satu atau dua gorengan yang kembali dia bawa pulang. Malahan pernah suatu hari dagangan Tari tidak ada yang membeli karena ada pedang lain yang sudah menyerobot tempatnya.

     Tapi Tari tidak patah semangat karena ibunya selalu bilang, "rezeki, jodoh dan maut setiap orang sudah ada yang mengaturnya" jadi rezeki kita tidak akan tertukar dengan orang lain.

    Itulah yang jadi pegangan hidup dalam kesehariannya.

    Dan itu terbukti, sampai saat ini Tari masih bisa berjualan dan dagangannya laku juga, walaupun pedagang yang lain masih ada.

  "Kamu sudah pulang, Nak." Emak Ijah menyambut Tari dengan senyum.

    "Alhamdulillah, Mak. Hari ini kita dapat rezeki banyak. Semua dagangan Tari habis tidak tersisa," ucap Tari sembari menyalami sang Ibu.

    "Alhamdulillah. Kalau begitu, kita bisa berbagi lebih dengan tetangga nanti sore."

    Tari mengangguk, sudah jadi kebiasaan setiap Senin sore di rumah Tari selalu ada pengajian sebagai tanda syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak kebahagiaan pada keluarganya.

    Sore harinya, Tari menggelar samak sampai semua lantai tertutup dan rapi. Setelah itu, ibu-ibu dan anak-anak pun berkumpul dan mengaji bersama-sama.

    Akan tetapi, hari ini ada yang aneh sampai semua orang terkejut karena setelah pengajian selesai, datang sekelompok orang yang membawa seserahan lamaran.

     "Siapa yang mau lamaran?" ibu-ibu saling bertatapan dan bergerombol. Sehingga acara yang harusnya pulang, malah kembali duduk karena penasaran.

  "Assalamualaikuuum," ucap seorang wanita yang tidak lain ibu Pranoto yang terlihat cantik dengan kebaya warna gold.

  "Wa'alaikum salam. Eh, Ibu Pranoto? Ada perlu apa, bawa-bawa rombongan seperti ini?" ucap Emak Ijak yang baru saja datang ketika di panggil salah satu ibu-ibu pengajian.

  Ibu Pranoto tersenyum, "apa tidak sebaiknya saya ajak masuk dulu, Mak?"

  "Eh, maaf-maaf." Emak Ijah gelagapan, membuat semua orang tertawa.

  Akhirnya rombongan pun di ajak masuk. Setelah itu ibu Pranoto mengatakan tujuan kedatangan mereka.

  "Maaf, mungkin kedatangan kami sekeluarga beserta rombongan membuat Emak dan yang lain terkejut. Maksud kedatangan kami, untuk melamar anak Emak Tari untuk Anak saya Azmi."

  Tari yang baru saja datang tercengang mendengar apa tujuan Ibu langganannya itu, "I ... Ibu, Ibuuu ..."

   Sebuah tepukan di pundak membuatnya kaget, "kamu itu mau bilang apa, sih! Ibu, ibu terus."

    Tari menggaruk tangan dan tersenyum,  "habisnya saya kaget ketika Ibu Pranoto bilang Azmi."

   "Kamu kenal dengan nama itu, Nak?" Mak Ijah menatap sang anak.

   Tari kembali menggaruk tangan dan mengangguk, "Dia kakak kelas saya waktu sekolah, Mak."

   "Huuu, saya kira kamu benar-benar kenal. Itu mah cinta kamu dulu yang tidak pernah bisa kamu lupakan." Seorang wanita memukul tangan Tari pelan.1

    "Tapi saya memang kakak kelas dia waktu itu," ucap seorang laki-laki yang dari tadi menunduk.

  Mata keduanya bertemu, Tari tidak menyangka kalau anak Ibu Pranoto memang orang yang sama dengan cinta pertamanya.

   "Woy! Belum halal itu," ucap teman Azmi membuat keduanya tertunduk malu.

   "Karena keduanya sudah saling kenal," Ibu Pranoto menatap Mak Ijah, "Bagaimana, Mak. Apa lamaran saya di terima?"

   Mak Ijah yang dari diam memalingkan kepala ke Tari, "saya tidak akan memaksa apa pun itu, jadi saya serahkan kepada Tari saja "

   Mak Ijah meraih tangan Tari dan mengangguk memberi kekuatan untuk sang anak.

   "Apa pun pilihan kamu, Emak akan menerimanya asal kamu tidak merasa terpaksa dan di paksa."

   Tari mengangguk, walaupun dia belum kenal Azmi seperti apa sekarang, tapi dengan yakin dan karena Allah Tari menerima lamaran tersebut. Sehingga semua orang bersorak bahagia.

    "Kalau begitu, karena kedatangan kami sudah diterima. Sekarang kita tinggal menentukan_"

    "Saya minta, pernikahan itu dilaksanakan besok pagi saja."

    "Aduh Azmiii, tolong jangan mempermalukan kami sebagai kaum laki-laki. Cepat sih cepat, tapi tidak secepat ini juga. Kamu jangan membuat kami yang jomblo iri, dong!"  ucap teman Azmi yang di tertawakan semua orang.

   "Itu dilakukan karena besok sore saya harus pergi keluar daerah, jadi saya bisa membawa istri saya untuk pergi."

    Semua orang tercengang begitu juga dengan Mak Ijah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun