"Kamu kenal dengan nama itu, Nak?" Mak Ijah menatap sang anak.
  Tari kembali menggaruk tangan dan mengangguk, "Dia kakak kelas saya waktu sekolah, Mak."
  "Huuu, saya kira kamu benar-benar kenal. Itu mah cinta kamu dulu yang tidak pernah bisa kamu lupakan." Seorang wanita memukul tangan Tari pelan.1
  "Tapi saya memang kakak kelas dia waktu itu," ucap seorang laki-laki yang dari tadi menunduk.
 Mata keduanya bertemu, Tari tidak menyangka kalau anak Ibu Pranoto memang orang yang sama dengan cinta pertamanya.
  "Woy! Belum halal itu," ucap teman Azmi membuat keduanya tertunduk malu.
  "Karena keduanya sudah saling kenal," Ibu Pranoto menatap Mak Ijah, "Bagaimana, Mak. Apa lamaran saya di terima?"
  Mak Ijah yang dari diam memalingkan kepala ke Tari, "saya tidak akan memaksa apa pun itu, jadi saya serahkan kepada Tari saja "
  Mak Ijah meraih tangan Tari dan mengangguk memberi kekuatan untuk sang anak.
  "Apa pun pilihan kamu, Emak akan menerimanya asal kamu tidak merasa terpaksa dan di paksa."
  Tari mengangguk, walaupun dia belum kenal Azmi seperti apa sekarang, tapi dengan yakin dan karena Allah Tari menerima lamaran tersebut. Sehingga semua orang bersorak bahagia.