Bertebarannya kata "ceroboh" Â dalam data penyebab kecelakaan lalu-lintas di Indonesia mengindikasikan perlunya surat izin yang benar bagi para pengemudi. Ditambah lagi dengan istilah-istilah lain yang menggambarkan perilaku tak baik manusia di jalan raya.
Salah satu sarana yang bisa digunakan untuk mengurangi kata ceroboh dan kawan-kawannya adalah proses pembuatan dan perpanjangan SIM.
Perpanjangan SIM Tetap Dibutuhkan
Dalam proses pembuatan atau perpanjangan SIM, dibutuhkan wahana untuk mendidik para (calon) pengemudi memahami pentingnya keselamatan. Selain itu, sarana ini juga harus dirancang agar para pengemudi mampu mengendalikan diri dan tidak merasa bahwa jalan raya dibuat oleh embah mereka.
Nah, wahana dengan kriteria seperti itu bisa diwujudkan dalam bentuk tes psikologi bagi calon pengemudi atau tes-tes lain yang serupa dengannya.
Lho, bukankah penggugat justru mempersoalkan hal-hal yang terkait dengan lemahnya proses perpanjangan SIM? Misalnya, soal ketidakjelasan tolak ukur berdasarkan kajian lembaga yang kompeten, masalah hasil ujian yang tidak ditunjukkan kepada peserta, dan proses ujian teori dan praktik tidak disertai pembelajaran kepada peserta.
Memang sebaiknya prosedur yang belum pas dievaluasi lagi dan segera diperbaiki agar tujuan yang diinginkan benar-benar tercapai. Namun, secara umum, proses pembuatan dan perpanjangan SIM tetap perlu dijalankan agar jumlah kekacauan di jalan raya tidak membesar.
Jadi, prosedur perpanjangan SIM online yang ringkas dan transparan perlu terus dijalankan, dievaluasi, dan diperbaiki kekurangan-kekurangannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H