"Guk! Guk! Guk!"
Hari masih amat pagi. Matahari belum menampakkan diri. Tetesan embun masih bergelayut manja pada beberapa helai daun jambu biji yang tertanam kokoh di halaman belakang rumah Pak Tani.
Belum sempat Kancil menggeliat, badan kecilnya sudah terlompat. Ia dikejutkan suara melengking gonggongan anjing. Belum usai si Kancil mengusap-usap mata, seekor anjing bermuka sangar telah berdiri di hadapannya. Lebih tepatnya di depan kurungan yang memenjarakan dirinya.
Setelah menata hati akibat kekagetannya, si Kancil berdiri menghadap anjing kelabu itu. Ia telah sedikit mengenal anjing jantan yang telah beberapa tahun setia menjadi peliharaan Pak Tani. Ia sering mendengar obrolan si anjing jantan dengan seekor anjing betina peliharaan tetangga sebelah rumah Pak Tani.
Pasangan anjing itu kerap terlihat ngobrol santuy berdua di bagian samping agak ke belakang rumah Pak Tani. Tepatnya di lorong antara rumah Pak Tani dan rumah tetangga yang memelihara si anjing betina. Sepertinya mereka berdua tengah menjalin hubungan istimewa yang tak sekadar teman biasa.
Sebentar-sebentar! Sebelum melanjutkan kisah ini, sebaiknya baca dulu bagian pertamanya di sini. Kalau sudah baca, silakan lanjut.
Anjing jantan itu menyeringai memandang tajam si Kancil. Ia tampak gembira melihat Kancil yang kini hidup sengsara. Entah apa sebabnya. Padahal sebelum ini, Kancil tak sekalipun pernah bersua dengannya. Barangkali sang anjing yang terkenal akan kesetiaan pada tuannya telah mendengar cerita perihal perilaku buruk si Kancil yang sering mencuri ketimun di ladang tuannya.
"Kapok deh, kamu!" Sebuah kalimat pembuka yang jelas tak ramah meluncur dari bibir si Anjing Jantan, hingga menyemburkan air liurnya yang memang selalu menetes. "Makanya, cari makan yang halal!"
Kancil diam seribu bahasa. Sepertinya ia masih menganalisa, kira-kira tabiat anjing ini seperti apa. Tentu saja si Kancil berharap binatang peliharaan ini bisa menjadi jalan bagi dirinya terbebas dari kungkungan Pak Tani.
"Banyak-banyaklah berdoa, tak lama lagi kamu akan tinggal nama," ujar Anjing Jantan melanjutkan ejekannya, "Eh, jangan-jangan nama pun kamu tak punya."
"Aku tak paham dengan kata-katamu, Anjing," Kancil mulai membuka mulutnya, "Dan kurasa, kamu pun tak punya sebutan selain 'anjing' atau 'binatang' dan yang semacam itu."