"Oke-lah kalau begitu, aku kasih tahu aja supaya kamu siap," kata anjing itu sambil menatap Kancil dengan pandangan sinis, "Lebaran nanti, wujudmu tak akan begini lagi! Sebagian dagingmu akan menjadi sate, sebagian lagi mungkin akan berkuah, menjadi tongseng atau gule, aku tak tahu. Tulang-tulangmu akan terhidang sebagai sop. Dan entah apa lagi resep yang telah disiapkan oleh Bu Tani."
"Ha ha ha!" Bukannya ketakutan mendengar penuturan Anjing, tapi sebaliknya, Kancil malah tertawa. Tentu saja Anjing keheranan dan menanyakan alasan si Kancil tertawa penuh rasa kemenangan.
"Aduh, Njing, Njing! Hare gene masih percaya hoaks?" kata Kancil menanggapi pertanyaan Anjing, "Makanya, cari berita dari sumber yang bener. Jangan semua informasi kamu telan mentah-mentah!"
"Hoaks?!" Anjing tampak terperanjat, "Kalau itu hoaks, lalu apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu? Jelas-jelas kamu dikurung karena mencuri. Sudah pasti kamu akan mendapatkan hukuman. Lagipula, Pak Tani sedang tak punya uang, pusing mikirin hidangan Lebaran."
"Kamu tahu Mbak Fitri, putri sulung Pak Tani?" tanya Kancil.
"Eh, aku jauh lebih mengenal Mbak Fitri daripada kamu!" Anjing menukas sewot, "Mbak Fitri dulu suka ngasih makan aku, sebelum ia merantau ke Ibukota. Sayang ia tak mudik Lebaran ini. Kamu jangan sok kenal sama Mbak Fitri, Cil!"
"Kamu yang sok kenal, Njing!" balas Kancil, "Buktinya kamu tak tahu Mbak Fitri sebentar lagi akan pulang kampung."
"Jangan sembarangan bicara. Mbak Fitri nggak akan mudik karena mudik dilarang!" Anjing membantah ucapan Kancil dengan berapi-api.
"Siapa yang bilang mudik?" Kancil tentu tak mau kalah dalam perdebatan dengan Anjing, "Mbak Fitri mau pulang kampung, bukan mudik, heh!"
"Ha ha ha!" Kali ini Anjing yang tertawa ngakak, "Tak usahlah berpolemik soal istilah-istilah itu. Ha ha ha!"
Setelah tawanya reda, Anjing melanjutkan ucapannya, "Sekarang biar kutebak. Mbak Fitri pulang kampung karena akan dinikahkan sama kamu ya, Cil? Hua ha ha! Ha ha ha!"