Kabar baiknya, Tony Buzan bilang bahwa mind map bukan tes kemampuan artistik.
Jadi, yang tidak jago gambar tidak perlu berkecil hati.
Setelah artikel tayang di Kompasiana, saya masih suka menyimpan gambar mind mapping-nya.
Mind Map Ala Kadarnya
Contoh kedua, sebuah artikel yang juga menurut redaksi berhak singgah di lapak artikel utama Kompasiana dengan judul "Menjajal Patin dan Kopi Melayu di Kota Madani".
Ia nyaris sepenuhnya lahir melalui mind map. Inilah kisahnya.
Dalam perjalanan dari Pekanbaru menuju Jakarta, dalam penantian di bandara, saya menyempatkan diri menggelar secarik kertas putih. Itulah bahan dasar mind map.
Sayang sekali, saya tidak berhasil menemukan pensil warna di ransel saya.
Bak kata peribahasa "Tiada rotan akan pun jadi", saya gunakan saja sebuah pena, satu-satunya alat tulis yang setia mengikuti perjalanan saya.
Berikutnya, saya segera menyusun cabang-cabang utama mind map dengan menuliskan lokasi-lokasi yang saya singgahi atau saya lihat selama di kota itu.
Cabang-cabang berikutnya pun segera muncul dari cabang-cabang mind map yang telah saya susun. Cabang-cabang kecil berisi hal-hal menarik dan kesan-kesan saya terhadap tempat-tempat yang saya kunjungi.