Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Banjir Sampah Plastik, Bisakah Kita Atasi?

23 Agustus 2022   12:20 Diperbarui: 23 Agustus 2022   12:20 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Sampah Plastik, Bisakah Kita Atasi? (Dokpri)

Jenis kemasan plastik sekali pakai merupakan favorit. Produsen barang konsumsi sehari-hari di Asia Tenggara menyukainya karena praktis.

Faktanya, kemasan sekali pakai atau saset sulit terurai oleh proses alam. Jenis kemasan ini terdiri atas banyak lapisan. Dan tiap lapisan berasal dari jenis plastik yang berbeda.

Dodi Hidayat

Berdasarkan audit merek oleh gerakan Pawai Bebas Plastik dengan melakukan aksi bersih pantai di 11 pantai pada 10 provinsi sepanjang Juni lalu, kemasan plastik sekali pakai merupakan jenis sampah yang paling banyak ditemukan di laut. Jumlahnya 79,7 persen dari total sampah plastik.

Sampah kemasan sekali pakai. (Dokpri)
Sampah kemasan sekali pakai. (Dokpri)
Di tahun 2013, saya mulai tergugah dengan kehadiran sampah yang luar biasa banyaknya. Apalagi saat itu kami tinggal di perkampungan yang ada di tengah kota.

Beberapa titik tanah kosong dalam sekejap berubah menjadi tumpukan sampah. Sekalipun sampah-sampah tersebut dibakar, volumenya tidak berkurang. Bahkan cenderung bertambah tinggi.

Hanya 1 tempat yang terlihat berhasil mengurangi jumlah sampah dengan cara pembakaran. Tempat itu di suatu tanah lapang, agak jauh dengan perumahan.

Truk-truk sampah kerap membuang sampah di tempat itu. Lalu mereka membakar sampah hingga api berkobar tinggi dan udara di sekitar menjadi panas. Hasilnya, sampah-sampah plastik menjadi abu.

Tahun 2014, saya mulai terpikir untuk mengelola sampah. Baru ide saja, belum ada tindakan nyata.

Ide menjadi kenyataan baru terjadi di tahun 2017. Setelah di tahun 2016 saya berkenalan dengan Bapak Slamet 'Lumintu'.

Satu tahun saya mempelajari pengolahan sampah dari beliau. Hingga akhirnya, saya putuskan untuk mulai menggarap karya-karya sendiri.

Di Lumintu, saya belajar berbagai teknik anyam. Yang bahan-bahannya dari limbah pabrik. Lalu teknik itu saya kombinasikan dengan teknik anyam yang ada di Youtube. Dan bahan baku yang digunakan adalah kemasan sekali pakai.

Dompet dan tas recycle. (Dokpri)
Dompet dan tas recycle. (Dokpri)

Awalnya saya mengolah kemasan sekali pakai yang berasal dari deterjen, pewangi pakaian, sabun cuci piring, cairan pembersih lantai, dan minyak goreng. 

Kemasan-kemasan tersebut dapat diolah menjadi dompet, tas belanja, tempat tissue, dan cover Alkitab.

Lama-kelamaan, saya mulai melirik kemasan sekali pakai yang lebih kecil. Misalnya, bungkus kopi, minuman, makanan kecil, susu, dan lainnya. Yang jumlahnya tak terhingga di lingkungan sekeliling.

Kemudian saya mulai menggunakan komputer untuk mencari kemungkinan desain dari satu kemasan. Dan hasilnya menakjubkan!

Pilihan desain produk dari kemasan sekali pakai. (Dokpri)
Pilihan desain produk dari kemasan sekali pakai. (Dokpri)

Kemasan Luwak White Coffee yang diubah menjadi tempat tissue. (Dokpri)
Kemasan Luwak White Coffee yang diubah menjadi tempat tissue. (Dokpri)

Kemasan Kapal Api yang diubah menjadi tempat tissue dan keranjang. (Dokpri)
Kemasan Kapal Api yang diubah menjadi tempat tissue dan keranjang. (Dokpri)

Dodi Hidayat

Tanpa penegakan hukum, sampah akan menjadi momok lingkungan dan menggagalkan program pemerintah sendiri. Jika karena alasan ekonomi pemerintah dan swasta ogah-ogahan menangani limbah, sudah saatnya konsumen bergerak menyetop konsumsi komoditas yang mengandung plastik. Keputusan ada di tangan Anda.

Masalah sampah plastik ini memang sangat rumit. Kita tidak dapat kembali ke masa lalu dan tidak menggunakan plastik.

Mau tidak mau, kita harus akui bahwa ketergantungan pada plastik memang sudah sangat tinggi.

Menghentikan konsumsi komoditas mengandung plastik pun akan memiliki resiko yang besar.

Sedangkan pengolahan sampah plastik memakan biaya yang tinggi. Ada komponen waktu, tenaga, dan kerumitan proses yang tinggi.

Di 2 tahun percobaan pengolahan kemasan sekali pakai, saya temukan konsumen barang-barang recycle kurang luas. Hal ini dikarenakan harganya yang cukup tinggi. Bahkan kelompok-kelompok pengolah sampah pun jatuh bangun di masalah pembiayaan. 

Saya bersyukur ada almarhum Ibu, yang dulu terus memberi semangat dan mendukung cita-cita saya. Kemudian adik saya, Hensy, dan sahabat saya, Astrid Carmellita, mereka jadi pelanggan setia. Juga Puteri Kecil yang membantu saya memunguti sampah-sampah plastik.

Setidaknya, sudah ada 1.000.000 kemasan yang sudah berhasil saya ubah menjadi tas, dompet, tikar, tempat tissue, cover Alkitab, cover galon air, dan keranjang.

Bagaimana Anda mengatasi masalah sampah kemasan plastik sekali pakai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun