Satu sisi, saya pernah menjadi pelaku traveling. Di sisi lain, saya juga pernah merasakan sebagai pelaku usaha di tempat wisata.
Saat tinggal di Desa Burung Mandi, betapa senangnya jika tiba hari libur. Itu berarti ada pemasukan lebih dari air isi ulang, kelapa, dan pisang.
Penduduk Burung Mandi pun senang, sebab uang akan mengalir ke kantong mereka. Itulah keuntungan dari tempat wisata yang belum terjamah kekinian. Semua hal masih dikelola warga setempat.
Sayangnya, ada saja wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Mengotori daerah pantai dan juga laut.
Bahkan ada wisatawan yang hobi minum alkohol di pantai. Ujungnya, sering ada perkelahian. Selain itu, ada juga yang terbiasa memecahkan botol minuman, dan pecahannya terserak dimana-mana.
Wisatawan seperti inilah yang membuat traveling jadi bercap negatif. Bahkan merugikan orang lain di tempat wisata.
Saya jadi ingat Senin pagi, subuh-subuh benar. Nelayan-nelayan Burung Mandi merapat di pantai. Tengkulak ikan menunggu hasil tangkapan mereka.
Penjaja makanan dan warung-warung makan masih tutup. Pantai begitu sepi orang, tetapi ramai sampah. Matahari malu-malu menyembul di ufuk timur.
Sedih melihat sampah-sampah itu, tapi apalah daya saya. Yang saya dapat lakukan hanya memunguti pecahan botol agar tidak melukai pengunjung pantai. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H