Belajar Sama Mama Itu Enggak Enak, Miss! Pernah dengar kalimat itu? Atau, pernah lihat langsung?
Salah satu momok anak belajar adalah enggan belajar dengan orang tua. Ini adalah masalah maha serius.
Sebab orang tua adalah teladan, guru, sahabat, dan penanggung jawab anak. Ketika seorang anak lahir, otomatis ke-4 tugas itu ada di pundak orang tua.
Tuhan memberikan suatu tugas mulia pada orang tua, tidak dengan membiarkan buli-buli orang tua kosong.
Maksudnya, ketika Tuhan memberi amanat, Dia akan serta merta memperlengkapi orang tersebut hingga dia mampu menjalankan tugasnya.
Jadi, saat ada anak-anak yang berkata, "saya enggak enjoy belajar dengan ortu". Itu berarti, 'ada yang hilang' dari hubungan mereka. Terlebih lagi, 'ada yang melanggar' perintah Tuhan.
Mari, kupas alasan anak-anak:
- #1. "Enggak biasa, Miss"
- #2. "Mama itu enggak bisa apa-apa, Miss"
- #3. "Belajar sama Mama, sama juga belajar sendiri. Mama asyik rumpi dengan temannya"
- #4. "Mama enggak ngerti, Miss"
- #5. "Saya ngga suka dekat-dekat Mama"
- #6. "Mama itu mahluk paling rese, Miss"
- #7. "Saya enggak bisa bebas, Miss"
- #8. "Mama sok tahu dan salah, Miss"
- #9. "Bosen liat Mama, Miss. Apalagi dengerin"
- #10. "Saya enggak nyaman dekat Mama"
Alasan-alasan di atas, hanya sebagian kecil alasan. Intinya anak tidak menghargai orang tua, tidak merasa nyaman belajar dengan orang tua, dan merasa terancam.
Kekurangan dari pendidikan di Indonesia adalah mengijinkan batita bahkan balita untuk sekolah. Sebelum mereka cukup menerima pendidikan orang tua, sudah dikirim ke sekolah. Ditangani orang ketiga.
Usia terbaik anak menerima didikan orang ketiga adalah 7 tahun. Sebelum itu, baik dari sudut pandang ilmiah atau rohani, orang tua yang harus bertanggung jawab.
*****
Contoh Kasus:
Anak laki-laki tetangga saya, minta ampun liar. Daripada mengatakan "ya, Mama", saya lebih sering mendengar dia mendikte Mamanya.
Bahkan lebih galak anak ini, daripada mamanya. Hingga hasil akhir, pasti selalu anak yang menang dan mendominasi. Â Sedangkan mamanya mengalah. Bahkan dalam proses belajar pun, sama.
Belum lagi budaya mereka sebagai orang keturunan. Keluarga itu mendewakan anak laki-laki. Sehingga tabiat anak itu makin jelek.
Anak perempuan mereka pun sama. Lebih senang membentak Mamanya. Peran seorang mama di rumah sebelah itu jadi hanya pembantu rumah tangga.
Ada seorang wanita lain di rumah itu. Sayangnya tipe agresif yang senang berperang. Tetapi, justru kharisma wanita ini lebih besar terhadap kedua anak tersebut.
*****
Kehadiran orang-orang ketiga di rumah. Itu salah satu faktor anak liar. Sebab tiap orang dewasa memiliki toleransi yang berbeda.
Anak akan cenderung dekat dengan orang dewasa yang paling nyaman. Cenderung menurut dengan yang paling menguntungkan dirinya.
Orang tua pun jadi tidak bebas berekspresi. Kehilangan kuasa untuk membuat aturan khusus. Yang tujuannya mempererat keluarga.
Bukan hanya rumah sebelah. Banyak keluarga seperti itu. Mama yang kerjanya di rumah, akhirnya tidak bisa mengendalikan anak dan hanya jadi pembantu rumah tangga.
Mama yang aktif kerja, akhirnya jadi orang asing untuk anak-anaknya. Bahkan ada keluarga, yang anak-anaknya jadi anak asisten rumah tangga.
Orang tua sebagai teladan
Menjadi orang tua berarti harus siap menjadi teladan. Sehingga, yang pertama kali harus dikoreksi, adalah diri sendiri.
Orang tua wajib mempelajari leadership atau kepemimpinan. Agar mereka tahu apa yang perlu dilakukan sebagai orang tua. Juga keterampilan memimpin dan memberi teladan.
Justru lebih sulit menjadi pemimpin di rumah, daripada pemimpin di perusahaan. Di bidang komersil, ketika Anda tidak senang pada seorang anak buah, ada berbagai strategi dapat dilakoni hingga orang itu keluar. Tetapi Anda tidak dapat memecat anak sendiri.
Menjadi orang tua itu, pekerjaan seumur hidup. Jika memulai dengan kesalahan dan tidak dikoreksi, hingga besar, anak akan makin liar. Seumur hidup, Anda akan menuai hal yang buruk. Memupuk kekecewaan dan kepahitan.
Orang tua sebagai guru
Salah satu tugas orang tua mengajar dan mendidik anak-anaknya. Orang tua adalah guru pertama dan paling utama.
Belajar akan menjadi efektif dalam lingkungan yang penuh kasih sayang. Orang yang paling mungkin memberikan kasih sayang sepenuh hati, adalah orang tua. Inilah alasan mengapa orang tua adalah guru terbaik untuk anak-anaknya.
Ada orang tua yang 'anti' mengajar. Penolakan adalah bentuk ketidaksiapan. Sehingga solusinya adalah persiapkan diri.
Gunakan teknologi untuk memperlengkapi diri. Belajar dari pengalaman orang tua lain di blog mereka. Atau belajar dari artikel-artikel di internet.
Hingga anak berusia 7 tahun, mereka hanya perlu belajar hal-hal sederhana. Asalkan Anda lulusan Sekolah Dasar, pasti mengerti baca, tulis, dan hitung.
Mengajar anak, berarti memupuk rasa percaya mereka akan eksistensi Anda. Mengajar baca, tulis, dan hitung adalah hal yang sepele. Tetapi ketika Anda yang mengajarkannya pada anak, hasilnya luar biasa.
Pertama, Anda semakin dekat dengan anak. Waktu adalah aset berharga untuk suatu ikatan khusus. Ini tidak terbantahkan. Apalagi, setiap waktu Anda ubah menjadi quality time.
Kedua, anak mempercayai Anda. Anak akan mudah berkata "yes". Atau minimal, mereka mendengarkan Anda.
Ketiga, anak menghormati Anda. Ini perintah Tuhan, tidak dapat ditawar. Jadi ketika Anda membuat anak tidak mampu menghormati Anda, artinya Anda sedang mengirim mereka ke neraka.
Keempat, ketika Anda mengajar anak. Ada banyak kesempatan untuk mengenal pribadi mereka. Menerima anak secara utuh. Mengerti maksud Tuhan menciptakan mereka hingga dapat mengantarkan anak mencapai tujuan penciptaannya.
Untuk tujuan di atas, Anda tidak perlu jadi psikolog hebat. Cukup meluangkan waktu. Mendirikan mezbah keluarga bersama. Selebihnya Tuhan yang akan menunjukkan.
Kelima, Anda dapat mengajarkan banyak hal di luar pelajaran. Membuka diri terhadap anak. Memberi kesempatan anak mengenal diri kita. Sekaligus mencari minat anak. Saling mendukung.
Keenam, ketika Anda mengajarkan sesuatu kepada anak, Anda akan belajar sesuatu dari dia. Anak itu guru terbaik untuk tiap orang tuanya.
Ketujuh, didikan Anda adalah modal dia menjadi orang tua kelak. Anda murah hati mendidik anak, kelak dia akan jadi orang tua yang hebat. Anda pelit mendidik anak, anak Anda akan gagal mencetak generasi yang baik.
Dengan kata lain, ketika Anda tidak peduli untuk mendidik anak, Anda sedang menciptakan bandit-bandit masa depan. Anda menghancurkan suatu peradaban.
Orang tua sebagai sahabat
Anak adalah sahabat kita. Sekalipun kita tidak akan bersama mereka tiap waktu.
Seorang sahabat, mengenal sahabatnya dengan baik. Bahkan seorang sahabat yang baik, rela memberikan nyawanya untuk sahabatnya.
Artinya, hubungan anak dan orang tua yang begitu akrab. Kedua pihak benar-benar mengerti satu dengan lain. Bukan hanya orang tua mengerti anak, tetapi anak pun mengerti orang tua.
Kedua belah pihak, sama-sama rela berkorban. Kedua belah pihak sama-sama membela sahabatnya. Sehingga keluarga menjadi suatu ikatan yang kuat.
Orang tua sebagai penanggung jawab
Anak diberikan kepada orang tua bukan sebagai beban, tetapi untuk dipelihara. Sebagai penanggung jawab anak di dunia, artinya orang tua perlu mengenal anak.
Kenali anak secara menyeluruh. Baik itu fisiknya maupun mentalnya.
Sehingga arti dari penanggung jawab adalah mengerti tindakan yang perlu dilakukan. Ketika fisik anak sakit, Anda tahu cara memberi pertolongan pertama. Ketika mentalnya terganggu, Anda akan tahu bagaimana mengoreksinya. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI