Pasal 61A merupakan suatu pasal yang baru, yang menyebutkan bahwa jika berakhir waktu kerja atau selesai proyek, maka harus diberikan kompensasi. Ini adalah suatu hal yang baik, namun ternyata hal ini juga dibahas pada UU No 13 tahun 2003, namun posisinya lebih dibelakang, sementara pada posisi 61A dibuat didepan walaupun tanpa detail.Â
Pasal 64 dan 65 dihapus, membahas tentang penyerahan pekerjaan ke penyedia tenaga kerja, tidak terlalu menarik dibahas (kecuali anda  pemilik perusahaan alih daya pekerja).
Yang menarik adalah kontradiksi pasal 77 dan 79. Pada pasal 77 dibahas waktu kerja, dimana ada pilihan 5 (lima) hari kerja dan 6 (enam) hari kerja. Namun, pada pasal 79 tidak ada pilihan untuk libur dalam 2 (dua) hari kerja dalam satu minggu (hal ini merevisi UU No 13 tahun 2003 yang sesuai dengan pasal 77 yaitu menyediakan istirahat dua hari kerja bagi yang bekerja lima hari kerja seminggu).Â
Apakah ini salah redaksi? Jika bukan, maka sebaiknya undang-undang konsisten, pasal 79 harus sesuai dengan pasal 77, silahkan perbaiki salah satu pasal.
Pada revisi pasal 88 kembali muncul kata-kata : lebih lanjut akan diatur pada Peraturan Pemerintah, padahal pada UU No 13 tahun 2003 kata-katanya sangat indah : "Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup yang layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi".
Pada pasal 88 tentang upah ada tambahan pasal A hingga E, lengkapnya telah kami simpulkan pada gambar diatas. Pasal 89 UU No 13 tahun 2003 dihapus, padahal pada pasal ini terdapat pilihan upah berdasarkan UMP atau UMK, dan juga kata-kata indah : "upah minimum diarahkan pada pencapaian kebutuhan yang layak". Kenapa pasal ini dihapus?Â
Saya tidak menemukan jawaban ini di pasal lain, malah di pasal 98 Dewan Pengupahan tidak lagi berjenjang dari nasional hingga Kota/Kabupaten, hanya ada Dewan Pengupahan.Â
Hal ini yang menjadi ketakutan banyak buruh, apakah penentuan pengupahan tersentralisasi, apakah Kabupaten/Kota masih ada wewenang? Tapi sebenarnya hal ini tidak perlu dihebohkan, pada penutup BAB IV ini, pasal 191 A disebutkan bahwa saat UU ini baru disahkan maka masih mengikuti UU No 13 tahun 2003, dan tidak boleh ada penurunan upah. Tapi bagaimana kedepannya?
Selesai masalah upah, masalah berikutnya adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tidak ada perubahan signifikan antara pasal 151 sd 154, namun muncul pasal baru yaitu 154A. Terdapat 14 (empat belas) penyebab dapat dilakukan PHK pasal 154A tersebut, namun ini bukan hal baru karena di UU No 13 tahun 2003 telah ada, bahkan sangat detail sampai menjelaskan besar pesangon, penghargaan, penggantian hak dan uang pisah per masing-masing penyebab PHK tersebut.