Aku sedang duduk di sudut kedai kopi sembari menunggu kopi yang baru saja saya pesan. Tidak lama kemudian datanglah seorang cewe berkulit putih dan mengenakan jilbab berwarna pink.Â
Gadis itu datang dan langsung berdiri di depan barista untuk memesan kopi. Setelah memesan kopi gadis itu bingung mau duduk dimana karena semua tempat duduk di kedai sudah penuh.Â
Dia lihat ke arahku ada tempat kosong di samping. Gadis itu datang dan mendekat ke tempat dudukku
"Kak boleh gak aku duduk disini?" Ucapnya sambil menunjuk kursi kosong ituÂ
"Iya dek boleh" Jawab ku dengan senyum tipis.Â
Beberapa menit suasana begitu sunyi. Aku membuka obrolan dengan pertanyaan pertanyaan standar. Suasana di kedai lumayan cair aku dan gadis itu berbincang santai sembari menunggu pesanan.
"Oiya dek maaf kita belum kenalan, saya Christian dek" Sambil mengulurkan tangan kanan.Â
Dia menyambut uluran tanganku dengan mengangkat kedua tangannya sambil menundukkan kepala (dalam keadaan Wudhu)". Aku Juminah kak panggil saja Inah" (Dengan nada yang lembut).Â
Tidak lama seorang laki laki yang bekerja di kedai membawa pesanan kami. Aku dan Juminah menikmati kopi yang baru saja kami pesan sambil bercerita begitu lama. Jam ke jam, menit demi menit, detik demi detik dilewati hingga tak sadar kopi kami habis dan waktu menunjukan pukul 21.00.Â
Keesokkan harinya aku melihat Juminah di kampus. Ternyata Juminah satu fakultas dengan ku di kampus. Juminah merupakan mahasiswi Muslim yang dikenal sebagai mahasiswi religius dan taat dengan Agama bukan haya itu Juminah juga dikenal sebagai mahasiswi yang pintar dan aktif di organisasi kampus.
Sejak saat itu perkenalan kami lebih dekat, yang awalnya hanya tukaran nomor WhatsApp (WA). Ketika ada waktu santai aku dan Juminah saling telpon telponan, video call dan chat.Â
Hari demi hari kami lewati hingga tiba saatnya aku tidak bisa lagi menahan perasaan saya ke Juminah.
Tepat malam minggu aku memberanikan diri untuk mengutarakan isi hatiku. Aku menelpon Juminah dan mengajaknya ketemuan di Taman. Malam pun tiba, aku dan Juminah ketemuan di Taman. awalnya Pembicaraan kami santai. Seperti kakak adik pada umunya.
Karena aku tidak tahan lagi dengan perasaanku:
"Inah, aku minta maaf sebelumnya. Mungkin ini aneh dan sulit untuk Inah terima, tapi aku harus bilang dan akui tentang semua ini ke Inah. Dan Inah jangan marah ya!"
"Iya kak tidak papa, bilang aja tidak papa kok, Inah tidak marah."
"Sebenarnya dari pertama aku lihat Inah, aku sudah punya perasaan ke Inah. Inah mau gak jadi pacarku? Saya butuh jawaban inah secepatnya".
"Sebelumnya Inah juga minta maaf sama kakak. Apakah kakak serius mau jadi pacar Inah?"
"Tentu, aku serius mau jadi pacarnya Inah. Apa Inah mau menerima aku jadi pacar Inah dan menerima apa adanya?"
Setelah beberapa lama berbicara, Inah menjawab "dari awal aku juga merasa hal yang sama kak. Aku mau jadi pacarnya kakak"
Malam itu aku dan Inah resmi menjalani hubungan bukan lagi sebagai adik dan kakak tapi sebagai pacar.
Aku dan Inah menjalani hubungan bisa dibilang sangat romantis dan ketika kami mempunyai masalah kami memecahkan masalah itu dengan hati yang tenang tanpa emosi. Hampir setiap hari kami bertemu dan tak pernah ada rasa bosan.
Tak terasa hubungan kami sudah 2 tahun. Selama menjalin hubungan itu, Inah selalu membahas tentang hubungan kami yang bedah agama. Tetapi, aku selalu menolaknya dan berkata "sayang, kita jalani aja dulu. Jangan bahas tentang itu yaaa. Pleasee... "
Hingga tiba saatnya kedua orang tua Inah tau kalau Inah menjalani hubungan dengan seorang lelaki yang berbeda keyakinan. Keadaan yang ditakutkan selama dua tahun pun tiba. Pukul 21.00 hp yang berada di atas meja belajar berdering kring... Kring... Kring... Bertanda panggilan masuk dan aku melihat ada nama Juminah di layar.
Beberapa menit kami berbicara Juminah Pun bilang keputusan dari kedua orang tuanya.
"Kak aku mau bilang sesuatu sama kamu, kalau kemarin kedua orang tuaku sudah tau tentang hubungan kita. Dan orang tuaku tidak setuju, mereka telah menjodohkan aku dengan anak teman mereka. Aku minta maaf bukannya aku tidak mau perjuangkan hubungan kita. Aku sudah berjuang kak, tapi aku tidak bisa menolak permintaan dari kedua orang tuaku. Aku minta maaf. Aku harus dengan yang lain. Ku doakan semoga kaka dapat yang terbaik dariku."
"Sayang aku cinta sama kamu . . . aku sayang sama kamu. Memang dari awal kita sudah dibatasi dengan tembok keyakinan yang berbeda, aku pengen banget bersatu. Bersatu selamanya. Tapi memang tak mudah untuk itu dan cinta tak harus memiliki, tapi cinta itu tetap akan aku dalam hati."
Juminah hanya terdiam dan menangis
"Jangan menangis sayang, cinta tetap ada dalam hidup kita. Walaupun bukan berakhir dengan yang kita inginkan. Keputusanmu itu benar-benar mulia. Dan aku bangga padamu. Karena kamu membuat orang tuamu bangga. Tuhan memberkatimu selalu."
"Semoga dengan adanya keputusan ini tidak memutuskan hubungan silaturahmi kita dan kita dapat berteman bahkan sebagai kakak dan adik seperti hubungan kita awalnya."
Setelah kami memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan kami dengan status pacaran mulai detik itu juga aku dan Inah kembali menjalani hubungan dengan status adik dan kakak dan sekarang kami sudah menjalani kehidupan masing-masing. Inah sudah hidup bahagia dengan suaminya dan aku masi mencari penggantinya Juminah.
Tapi kami tetap berkomunikasi dan silahturahmi sebagai adik dan kakak.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H