Entah rasa cintaku yang melebihi garis batasnya atau aku yang sudah keterlaluan melebihi takdir yang sudah ditetapkan Tuhan untukku dan dia.
Rasanya kedua perumpamaan itu hampir mirip dan yah memang itu yang terjadi diantara aku dan dia. Dia berbeda denganku yang selalu berdoa menengadahkan kedua tangan.Â
Dia berdoa dengan menggenggam tangannya dan menganggap antariksa mampu menyampaikan doanya. Tidak seperti aku yang menganggap antariksa sebagai sebuah keindahan alam semesta.
Sebagian pikiranku terkadang bertanya-tanya 'apakah dia yang dunianya jauh berbeda denganku, akan mau sedikit saja mengenal duniaku?'.Â
Terkadang juga pikiranku yang lain akan menjawab 'tentu saja tidak, kau dan dia tidak memiliki garis takdir yang sama'. Namun, hatiku tetap bersikukuh untuk mencintainya.Â
Padahal aku sudah tahu dengan jelas hanya pada satu garis waktu yang membuat kita bertemu, membuat aku mengenalnya, bukan garis takdir. Maka ini semua tidak akan mencapai ujung yang sama.
Aku yang selalu mengharap ya, tapi bahkan dia akan mengharapkan orang yang diidamkannya untuk datang bukan aku. Mengenalnya, membuatku sadar mencintai tidak selalu menyenangkan tapi juga menyakitkan.Â
Sakit yang tidak akan bisa terobati sampai kapanpun. Sakit yang akan terus bertambah seiring berjalannya waktu selaras dengan perjalanan hidup yang aku dan dia jalani setiap harinya.Â
Pasti suatu saat nanti, dia akan berbahagia dengan gadis cantik pilihannya. Memiliki keluarga kecil yang harmonis dan bahagia untuk waktu yang tak ditentukan.Â
Akan tetapi, sebelum suatu hari itu datang ijinkan aku bertemu denganmu. Datang ke duniamu dengan riasan cantik dan elegan, menyapamu dan kau balik menyapaku.
Akan ku ulurkan tanganku padamu dan kau akan menyambutnya entah menggenggamnya atau melengkapi separuh hati yang ku buat dengan jemariku.Â