Mohon tunggu...
Bahsuan_Anin
Bahsuan_Anin Mohon Tunggu... Guru - Anin Lihi

Anin Lihi lahir di Amaholu Seram Bagian Barat. Adalah anak ke 7 dari 9 bersaudara. Hidup sederhana dan berusaha menyebar manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengulas Kembali Negeri 1000 Benteng: Kerajaan dan Kesultanan Buton

9 November 2016   12:05 Diperbarui: 9 November 2016   12:18 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: TripTrus.com

Persembunyiaan itu disebabkan karena pengejaran utusan Raja Gowa Talo yaitu Laksamana Karaeng Bonto Maranu, dengan suatu argumentasi yang  masuk akal, maka Sapati Bhalu yang bernama La Ode Arafani akhirnya bersumpah, “bahwa pada hari ini  Arung Palaka tidak ada di atas tanah Buton, entah dilain hari, tapi pada hari ini  tidakada. Atas sumpah ini, kemudian utusan Raja Gowa Tallo percaya bahwa Arung Palaka tidak berada di atas tanah Buton, namun pada kenyataannya Arung Palaka bersembunyi di suatu gua dbawah tanah. Inilah taktik agar pejabat dari Kesultanan Buton tidak terkena sumpah, peristiwa inilah yang menyebabkan Arung Palaka tinggal di Buton selama kurang lebih 4 tahun.

Sistem Kesultanan Buton senantiasa melindungi siapa saja yang berada di atas tanah Buton, semua menjadi resiko Kesulutanan Buton terhadap lawan-lawannya, bahkan terhadap kerajaan Gowa maupun Belanda, sistem Kesultanan Buton yang melindungi siapa saja pada akhirnya menjadi politik Luar Negeri.

Merupakan Sistem Pemerintah Islam Demokratis tertua di dunia setelah Khulafa Urrasyidin (Empat Khalifah Utama Nabi).

Menurut Dr. Ir. Mudjur, seorang Buadayawan Buton, yang namanya Kerajaan yang memiliki Struktur Parlementer refrensinya hanya ada di Kesultana Buton, hampir di katakan di seluruh dunia, karena Semua Monarki itu adalah Absolut, sedangkan di Buton tidak pernah mengenal ada Putra Mahkota. Memang bisa saja  seorang anak Raja di angkat juga menjadi Raja, akan tetapi harus berdasarkan hasil pemilihan, dalam Bahasa Wolio di sebutFali, Faliberarti di seleksi, namun sistem seleksinya tidak ada pemimpin yang datang dalam istilah modern disebut Ujuk-Ujuk (tiba-tiba menampilkan diri dan bisa membeli suara Rakyat), yang seperti ini tidak ada di Buton. Sistem pemilihan Raja atau Sultan Buton sebelumnya sudah diamati sejak kecil, diantara beberapa anak itu, siapa yang bisa menjadi pemimpin. Penseleksian itu dimulai sejak usia 7 tahun.

Struktur Kekuasaan Buton ditopang oleh dua Golongan Bangsawan, yaitu Golongan Kaumu dan Walaka, wewenang pemilihan dan pengangkatan Sultan berada di tangan golongan Walaka namun yang menjadi Sultan harus dari Golongan Kaumu. Fungsi golongan Walaka antara lain mendidik dan mengamati perilaku para calon Raja atau calon Sultan.

Menurut Dr. Tony Rudyansiah seorang antropolog, ia memberikan komentar bahwa, Sultan itu sebetulnya yang berasal dari golongan Kaumu (bangsawan yang paling tinggi) biasanya ketika masih kecil, ia harus bersama dengan kelompok Walaka yang lebih rendah dari mereka, disaat hidup dengan kelompok Walaka, kelompok Walaka mengajari putra yang kira-kira akan di calonkan menjadi Sultan, terutama mengenai adat-istiadat menjadi Sultan yang baik untuk memerintah.

Yang lebih menarik dari sistem Kesultanan Buton ialah, apabila seorang Sultan yang terpilih itu di anggap tidak mampu memerintah dalam hal ini melakukan Korupsi, tidak Adil, dan tidak lagi memperhatikan rakyatnya, maka golongan Walaka bisa memecat Sultan tersebut dan memilih Sulta yang baru.

Dewan Agama.

Pada Dewan Agama terdapat pembagian tugas antara Kelompok Kaumu dan Walaka. Tugas pada kelompok Kaumu lebih pada arah kekuasaan temporer, sementara pada kelompok Walaka terarah pada Adat Spiritual, sistem keagamaan ini termasuk salah satu kearifan masyarakat Buton yang Multikulutural, dengan potensi yang mereka miliki perbedaan tidak di pertentangkan, justru mereka mampu menyatukan perbedaan dalam Musyawarah dan kesepakatan.

Peraturan hukum di terapkan tanpa Diskriminasi, peraturan berlaku sama untuk setiap masyarakat hingga Sultan atau Raja. Sebagai bukti dari 37 orang Sultan yang  pernah memerintah di sana, 12 dianataranya di ganjar hukuman karena melanggar Sumpah Jabatan, satu di antaranya Sultan ke 8, yaitu La Sila  yang bergelar Sultan Mardan Ali. Sultan Mardan Ali mengakhiri masa jabatannya karena di maksulkan oleh Dewan Syara Kesultanan Buton, akibat melakukan Bebulayaitu perbuatan Asusila sehingga di jatuhi hukuman mati disebuah pulau kecil, bahkan jasadnya tidak diperkenankan di Makamkan di atas pulau Buton.

Peninggalan Masa Keemasan Kesultanan Buton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun