Mohon tunggu...
Muhammad Umar
Muhammad Umar Mohon Tunggu... Konsultan - Mari merawat imajinasi!

Mari merawat imajinasi! hasilketikantangan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pantai, Senja, dan Perasaan yang Berdebar-debar

26 Januari 2020   10:00 Diperbarui: 2 Februari 2020   20:37 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Barrie Taylor from Pixabay (Pixabay.com)

Pelan-pelan, kucoba angkat derajatku dengan bertanya mengapa ia begitu tahu tentang kosmetik dan segala tentang hal make up. Meskipun aku sudah bisa menebak. Mungkin mantan pacarnya adalah beauty vlogger atau reviewer produk kosmetik sehingga dia tahu tentang itu. 

Baik. Kuuji pengetahuannya.

"Eh kamu tahu tentang kosmetik dari mana?"

"Oh itu, penelitianku tentang semiotika dan dekonstruksi kosmetik no testing animal dan kosmetik halal. Tapi belum pasti sih," ujarnya

"Hah? Apaan tuh?" sial, tebakanku salah. Aku menyerah. Ia pasti lebih tahu kosmetik dari pada seorang konsumen kosmetik sepertiku. Aku semakin jatuh. Jatuh sejatuh-jatuhnya. Mungkin jatuh cinta. Aku menyerah. Ia membuatku terpukau berkali-kali.

"Nanti saja kalau sudah jadi kamu baca penelitiannya. Jangan sekarang,"

Aku pun mengangguk untuk menutup topik kosmetik. Aku tak mau terlihat bodoh berkali-kali. Sudah cukup aku terlihat bodoh dalam politik, sosial, bisnis, serta kosmetik. Aku terdiam. Seperti anjing yang dielus-elus kepalanya, merebahkan badan dan memejamkan mata. Menurut. Jinak. 

"Jika, begini, Aku rela kau ajak kemanapun, pergi kemanapun. Aku rela. Aku rela," ujarku dalam hati. Aku seperti orang mabuk.

Usai menghabiskan berjam-jam saling mengenal. Ia menggandeng tanganku keluar kafe dan mengajakku menelusuri pantai. Apa-apaan ini. Aku tidak semudah itu kau genggam. Sial. tapi aku menurut saja dan diam-diam menikmati.

Ia mengajakku menelusuri pantai saat senja. Sejujurnya, aku adalah orang yang tak pernah percaya sihir senja. Itu hanya akal-akalan penyair yang sedang mendeskripsikan matahari terbenam. Cahayanya memantulkan ke air laut hingga membuat garis jingga. Sudah. Lalu apa? 

Namun, rupanya aku terkena tulah atas kata-kataku sendiri. Senja kali ini begitu indah. Ditambah suara debur ombak dan buih yang berkejaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun