Mohon tunggu...
Alifa Syamsi
Alifa Syamsi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia

sedang senang membaca dan mencoba senang (konsisten) menulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Puisi Sebagai Polisemik: Menggali Makna yang Tersirat dari Kata ke Suara

19 Desember 2024   20:45 Diperbarui: 19 Desember 2024   20:49 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Judul dari episode pertama dari podcast Sajak Tiga Suara ini adalah Halaman satu -- Aku Ingin: Romansa di Setiap Kata. Mula-mula dibuka dengan pembukaan dan perkenalan yang kemudian akan menjadi template tersendiri untuk podcast Sajak Tiga Suara. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan singkat mengenai teori metode dan hakikat puisi dan puisaku ingin i yang akan dibahas, lalu puisi tersebut dibacakan. Selanjutnya, podcaster akan membacakan pandangan, argumen, pemaknaan, dari beberapa pembaca tentang puisi Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono ini. Pada bagian ini dapat terlihat jelas bahwa pemaknaan setiap orang dapat berbeda-beda.

Orang pertama memaknai salah satu bait dengan

"dari diksinya ngegambarin juga kalau kamu cinta sama orang itu harus disampaikan, misalnya 'dengan kata yang tak sempat diucapkan' sama dengan 'isyarat yang tak sempat disampaikan', nah menuruku ya si aku liriknya ini sebelumnya menyesal karena gak sempet nyampein perasaannya, jadi lah dia memutuskan untuk berubah dan nyatain perasaan."

Selanjutnya orang kedua memiliki pendapat atas maknanya yang masih sejalan dengan orang pertama. 

"Contohnya pada diksi bait ke-6 'awan kepada hujan menjadikannya tiada' perasaan-perasaan sederhana yang dimiliki penyair terlihat kepada orang yang dicintainya. Mengibaratkan seseorang yang mencintai orang yang dicintai dengan hal-hal sederhana yang tak bisa disampaikan."

Berbeda dengan orang ketiga yang berpendapat bahwa menurutnya

"pasalnya dalam bait kedua 'dengan kata yang tak sempat diucapkan' itu seperti sebuah doa yang dipanjatkan meski tak berani diungkapkan."

Dari ketiga pendapat yang mengemukakan pemaknaan pada puisi "Aku Ingin", dapat dilihat perbedaan makna pada setiap orangnya. Pendapat orang pertama pokok dari puisi ini adalah cinta yang tak sempat disampaikan, namun pada akhirnya tersampaikan juga. Memiliki kesamaan dengan orang kedua tentang cinta yang tak bisa disampaikan, tetapi menurut orang kedua cinta itu tidak pernah tersampaikan sehingga itulah yang disebut mencintai dengan sederhana. Sementara itu, berbeda dengan orang ketiga yang memaknainya, yakni perasaan cinta itu bukan tidak sempat atau tidak bisa disampaikan, namun menurutnya itu adalah sebuah doa karena ketidakberanian aku lirik untuk mengungkapkannya.

Puisi sering dianggap sulit dipahami karena memiliki lapisan makna yang kompleks. Seperti yang diungkapkan oleh seorang pengguna di sebuah laman diskusi yang merasa kesulitan memahami puisi. Pandangan tersebut dapat mencerminkan sebagian masyarakat dalam mengapresiasi karya sastra khususnya puisi karena kompleksitasnya. Berdasarkan teori Semiotik Roland Barthes, terutama puisi, karena lapisan makna yang kompleks. Berdasarkan teori Semiotika Roland Barthes, puisi mengandung makna denotatif dan konotatif yang bisa diinterpretasikan berbeda oleh setiap pembaca. Hal ini memperlihatkan bahwa pemaknaan puisi memang bersifat polisemik, di mana pembaca dapat memiliki pemahaman yang beragam.

Melalui media yang memanfaatkan perkembangan teknologi dan era digital,  podcast Sajak Tiga Suara dapat menjadi salah satu gambaran bahwa setiap pembaca dapat memberikan interpretasi yang berbeda terhadap puisi yang sama, seperti yang terlihat pada pemaknaan puisi "Aku Ingin" karya SDD. Dengan demikian, media seperti podcast dapat membantu menjembatani kesenjangan pemahaman ini, sehingga masyarakat dapat lebih menghargai keindahan dan nilai yang ada dalam puisi Indonesia.

Puisi laksana kehidupan, penuh dengan lapisan makna yang menunggu untuk diungkap. Setiap individu memiliki jalan kehidupan yang berbeda, sama halnya dengan puisi, perasaannya dalam setiap orang beragam. Mungkin bukan puisi yang sulit, melainkan keberanian kita untuk memaknainya perlu diperdalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun