Mohon tunggu...
Liesabbina Rifka El Mawla
Liesabbina Rifka El Mawla Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta - 20107030069

Hallo saya Liesabbina Rifka El-Mawla, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga dengan NIM 20107030069. Akun ini saya buat untuk menunjang pembelajaran mata kuliah jurnalistik, mohon bantuan dan dukungannya teman-teman semua.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kota Gudeg Didominasi Kuliner Soto, Kenapa Bisa Begitu?

20 April 2021   11:15 Diperbarui: 24 April 2021   16:00 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi soto ayam. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Ketika pertama kali menginjakan kaki merantau di Kota Jogjakarta, pikiran saya seketika terusik akan satu pertanyaan besar.

Mengapa hidangan soto begitu banyak dijual di Kota Jogja?

Saya cukup terheran-heran ketika terlampau sering melihat penjual soto di kota ini. Kemanapun saya melangkah pasti akan selalu menemukan hidangan soto, seolah-olah soto adalah kuliner yang wajib dijual disetiap sudut Kota Jogja. 

Penjual soto menjamur dimana-mana hingga kota ini dipadati oleh keberadaan mereka, bahkan disatu daerah saja penjual soto tak terhitung jumlahnya. 

Padahal Jogja acap kali dijuluki dengan Kota Gudeg, tapi entah mengapa hidangan soto juga ikut menjadi primadona di kota ini. Bahkan menurut perkiraan saya, disini lebih banyak ditemukan penjual soto daripada penjual gudeg itu sendiri.

Adakah diantara kalian yang juga penasaran akan dominannya keberadaan soto di kota Jogja? Mari kita terlusuri bersama jawabannya!

Soto adalah salah satu jenis sup yang identik dengan kuah kuning serta cita rasa asamnya yang menyegarkan. 

Dilansir dari kulineria.id, ternyata soto berasal dari Negri Cina dengan sebutan cau do, jao to, atau chau tu yang dibawa oleh para imigran Cina ke pesisir pantai utara Jawa pada abad ke-18. 

Yang kemudian pada awal abad ke-19 cau do yang berubah nama menjadi soto mulai diperkenalkan, dan baru pada abad ke-20 mulai masuk ke daerah Jogjakarta serta diperdagangkan secara umum ke masyarakat.

Terciptanya aneka jenis soto khas dari berbagai daerah di nusantara saat ini merupakan hasil dari akulturasi budaya asing dengan budaya Indonesia yang berpartisipasi menambahkan bumbu-bumbu khas daerah didalamnya. 

Di Jogja sendiri soto mudah sekali ditemukan dimana-mana, sejauh mata memandang tak ayal selalu menemukan puluhan bahkan ratusan penjual soto. 

Mulai dari penjual yang menggunakan gerobak dorong, warung kaki lima, restoran, sampai lapak-lapak di pusat perbelanjaan modern. Di kota ini pun dapat ditemui berbagai macam jenis soto, baik soto khas Jogja sendiri maupun soto khas dari daerah lain seperti soto lamongan dan soto kudus. 

Soto khas Jogja sebenarnya tidak jauh berbeda dengan soto-soto lain pada umumnya, yang membedakan hanyalah kuahnya. 

Apabila biasanya soto identik dengan kuah yang kuning dan rasa rempah-rempah yang cukup kuat, soto khas Jogja ini justru hanya berkuah bening karena bumbunya yang hanya dipotong-potong tanpa ditumbuk sehingga cita rasa kuahnya lebih ringan daripada soto lainnya. 

Selain itu penyajian soto di Jogja pun sedikit berbeda, nasi yang biasanya hanya sebagai pelengkap ternyata ikut serta ditaruh dalam mangkuk dan dicampur bersama isian soto. 

Sebagai pelengkap biasanya soto Jogja ditemani dengan lenthok yang terbuat dari singkong yang dihaluskan lalu digoreng dengan bentuk bulat, lenthok yang gurih dan kuah soto yang hangat merupakan perpaduan yang sempurna menurut masyarakat Jogja.

"Dari dulu soto emang udah ada dan terkenal di Jogja mbak, kalau ditanya kenapa disini banyak yang jual soto ya itu karena masyarakat Jogja emang pada suka sama soto.

"Jadi yang jual soto juga makin banyak, apalagi harga seporsi sotonya juga murah meriah, cocok buat mahasiswa-mahasiswa yang ngerantau di Jogja" ujar bu Giyati (46) pemilik warung soto Gunung Kidul, Rabu (14/04/2021).

Penulis bersama Ibu Giyati/Dokpri
Penulis bersama Ibu Giyati/Dokpri
Dari hasil penelusuran yang saya lakukan dapat disimpulkan 3 alasan mengapa soto mendominasi Kota Jogja, diantaranya yaitu:

Kuliner Legendaris

Kata legendaris memang tepat digunakan untuk menggambarkan keberadaan soto di Kota Gudeg ini, mengingat sejak abad ke-20 soto sudah mulai masuk ke kota ini serta warung-warung soto pun sudah ada yang berdiri sejak tahun 1921. 

Karena itulah soto juga termasuk dalam salah satu makanan khas di Jogjakarta meskipun bukan hidangan murni olahan Kota Jogja sendiri. 

Sejak dahulu peminat soto tak pernah berkurang, dari hari ke hari peminatnya justru semakin bertambah bahkan sampai menjadi kuliner yang paling ramai diminati di Kota Jogja ini selain gudeg sang primadona utama.

Masyarakatnya Pecinta Soto

"orang jogja itu suka sama makanan yang berkuah, mangkanya masyarakat disini rata-rata sangat menyukai soto termasuk saya, soto Jogja yang hangat dan segar juga tidak begitu banyak rempah sesuai banget sama lidahnya orang Jogja.

Selain itu soto juga dianggap makanan yang simple dan praktis, mangkanya banyak banget disini yang jadi pecinta soto" ujar Heni (21) teman saya yang merupakan warga asli Jogjakarta, Minggu (18/04/2021).

Di Jogjakarta masyarakatnya memang kebanyakan pecinta soto, begitulah rata-rata jawaban yang saya dapat ketika menanyakan alasan banyaknya soto di Kota Jogja kepada beberapa orang. 

Cita rasa soto yang sesuai dengan selera masyarakat Jogja membuat mereka ketagihan dan tak ada bosannya menikmati terus menerus soto yang luar biasa lezatnya. 

Akhirnya karena melihat kecintaan masyarakat terhadap soto, banyak orang mulai tergugah untuk ikut berjualan soto juga. 

Selain menjadi peluang usaha yang menjanjikan, penjualan soto memang perlu ditingkatkan guna menyelaraskan membludaknya pecinta soto yang semakin hari semakin bertambah peminatnya.

Harga yang Terjangkau

Soto Gunung Kidul Bu Giyati/Dokpri
Soto Gunung Kidul Bu Giyati/Dokpri
Di Jogjakarta soto memang dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Cukup dengan harga 5.000 sampai 15.000, kita sudah bisa menikmati semangkuk soto yang berisikan sayuran, nasi, irisan ayam atau daging, serta kuahnya yang hangat dan menyegarkan. 

Harga ini tentunya sangat cocok untuk penghuni Kota Jogjakarta yang mayoritasnya merupakan para mahasiswa maupun perantauan yang biasanya hidup dengan hemat.

Alasan-alasan yang saya temukan diatas, saya rasa memang konkret dengan kondisi yang ada ditengah-tengah masyarakat Jogja saat ini. 

Pada kenyataannya Kota Gudeg ini memang didominasi oleh para penjual dan pecinta soto, jadi jangan heran ketika berkunjung ke Jogjakarta langsung disuguhi dengan hamparan penjual soto yang tak terhitung jumlahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun