Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sejarah Jakarta dan Kearifan Lokal di Masjid Jami Angke

7 April 2022   06:46 Diperbarui: 10 April 2022   04:30 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peresmian Masjid Jami Angke sebagai cagar budaya. (sumber foto: dok pribadi)

Seperti yang terlihat ini, bangunan utama masih berdiri kokoh dengan beberapa bangunan tambahan yang dibuat di sekelilingnya. Perpaduan budaya pada arsitektur masjid inilah yang menjadi daya tarik bagi pendatang. Mereka tak hanya ingin beribadah tapi juga berwisata ke masjid ini.

Di sekitar masjid ini ada makam para tokoh keturunan Arab, Bali, Banten, Pontianak hingga Tartar. Di antara yang dimakamkan di belakang masjid yaitu Syaikh Liong Tan, arsitek Masjid Angke ini, Syekh Jafar yang adalah anak dari Pangeran Tubagus Angke.

Makam yang ada di belakang Masjid Jami Angke. (Sumber foto: dok pribadi)
Makam yang ada di belakang Masjid Jami Angke. (Sumber foto: dok pribadi)

Di antara yang dimakamkan di seberang jalan di depan masjid ini yaitu Pangeran Syarif Hamid Alkadrie, keturunan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, pendiri Kesultanan Pontianak dan ada pula makam Ratu Pembayun Fatimah, anak dari Sultan Maulana Hasanuddin, penguasa Kesultanan Banten.

Tangga menuju ruang rapat rahasia di bagian tengah atap Masjid Jami Angke. (Sumber foto: dok pribadi)
Tangga menuju ruang rapat rahasia di bagian tengah atap Masjid Jami Angke. (Sumber foto: dok pribadi)

Seorang ahli sejarah yang berkebangsaan Belanda, Dr. F. Dehan, dalam bukunya Oud Batavia menulis, masjid ini didirikan pada tanggal tahun 1174 Hijriah atau 1761 Masehi dan didirikan oleh seorang wanita kaya keturunan Cina yang kemudian menikahi seorang tokoh dari Banten.

Menurut Ketua Bidang Sarana dan Sejarah Kepengurusan Masjid Angke Muhammad Abyan Abdillah, di masa perlawanan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda, khususnya di masa pemerintahan Batavia di tanah ini, Masjid Jami Angke atau Masjid Al-Anwar ini menjadi semacam benteng pertahanan sekaligus tempat melakukan konsolidasi para pejuang.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 lima wilayah di Jakarta masih mengalami gejolak perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. 

Mimbar dakwah yang dijaga keasliannya. (Sumber foto: dok pribadi)
Mimbar dakwah yang dijaga keasliannya. (Sumber foto: dok pribadi)

Di komplek masjid ini pulalah para pemuda pejuang melakukan pertemuan-pertemuan rahasia dalam mengkoordinasi kegiatan menentang Belanda. Para ulama pun mendorong rakyat untuk menentang penjajah Belanda lewat ceramah-ceramah mereka.

Masjid ini juga digunakan untuk tempat penggemblengan para pemuda pejuang itu untuk melawan pasukan Belanda. Mereka bergerak secara rapih dan terorganisir. Karena segala sesuatunya tersembunyi maka masjid ini selamat dari serbuan pasukan Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun