Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Istimewanya Pidato Jokowi dan Kiprah Indonesia di PBB

5 Oktober 2020   17:24 Diperbarui: 5 Oktober 2020   17:50 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dua minggu terakhir media massa internasional sibuk memberitakan Sidang Majelis Umum PBB yang diadakan sejak tanggal 22 September 2020. Karena dunia dalam masa pandemi Covid-19, Sidang Majelis Umum (SMU) PBB atau disebut UNGA (United Nations General Assembly) ke-75 ini terpaksa diadakan secara hampir sepenuhnya virtual.

Yang hadir di gedung PBB di New York hanyalah Sekjen PBB, presiden Majelis Umum, perwakilan badan PBB dan perwakilan negara yang berbasis di New York. Tak ada kepala negara atau kepala pemerintahan yang diminta hadir di lokasi termasuk presiden Trump walaupun sidang umum ini dilakukan di negaranya.

Kehadiran dan Pidato Pemimpin RI (1947-2020) di Sidang Umum PBB
Di tahun 2020 ini Indonesia hadir lagi di SMU PBB. Sejak PBB didirikan pada 24 Oktober 1945 sudah beberapa pemimpin kita hadir dan berpidato di hadapan negara-negara anggotanya. Di mulai dengan kehadiran Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim di tahun 1947 kemudian kehadiran presiden Soekarno dengan pidatonya yang menggemparkan di PBB pada tanggal 30 September 1960.

Ada hal istimewa dalam pidato Soekarno yang diberi judul "To Build the World A New" tersebut. Selain menguraikan tentang Pancasila, pembebasan Irian Barat, kolonialisme, usaha memperbaiki organisasi PBB serta meredakan perang dingin dan ketegangan antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet, pidato Soekarno juga mengajak semua bangsa menciptakan dunia baru di bawah naungan PBB.

Pada tanggal 24 September 1992 Presiden Soeharto hadir dan menyampaikan pidato berjudul "Pesan Jakarta" yang dirumuskan dalam KTT ke 10 Gerakan Non Blok (GNB) di Jakarta antara tanggal 1-6 September 1993. Saat itu Soeharto juga hadir sebagai perwakilan dari negara-negara anggota GNB tersebut di PBB.

Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menghadiri SMU PBB pada September 2000 dan Presiden Megawati Soekarnoputri menghadiri SMU PBB pada September 2001.

Yang menarik, Gus Dur justru baru berpidato di depan SMU  PBB di saat beliau sudah tidak jadi presiden. Pada Desember 2003 beliau mendapat penghargaan "Global Tolerance Award" dari PBB. Setelah penghargaan diberikan oleh Presiden Majelis Umum PBB Julian Hunte, Gus Dur pun memberikan pidato di hadapan para diplomat dan aktivis kemanusiaan di Markas Besar PBB.

Di tanggal 5 September 2014 giliran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menghadiri sekaligus menyampaikan pidato di SMU PBB. Pidato SBY mengingatkan seluruh negara untuk tidak mengaitkan terorisme dengan ajaran Islam, karena hal itu akan menyakiti umat Islam. SBY juga mengingatkan semua pemimpin bangsa untuk menghentikan perang.

Selama Presiden Jokowi menjabat, sejak 2015 hingga 2019 Wakil Presiden Jusuf Kalla selalu hadir mewakili Jokowi di Sidang Majelis Umum PBB. Kenapa begitu? Rupanya tugas-tugas presiden cukup menyita waktu dan tidak memberikan waktu luang untuk Jokowi melakukan kunjungan secara fisik ke SMU PBB ini. Begitulah yang diakui Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Sepertinya memang sejak Jokowi dan JK sepakat maju ke pilpres mereka sudah berkomitmen berbagi tugas soal ini.

Di tahun 2019 Jusuf Kalla hadir dan berpidato di serangkaian sidang tahunan ke-70 SMU PBB bertepatan dengan momen rangkaian HUT ke-70 PBB bertema "Strong UN, Better World".

Pidato Perdana Presiden Jokowi di SMU PBB dan Kontroversinya
Nah, di tahun 2020 ini Presiden Jokowi untuk pertama kali hadir dan menyampaikan pidato di depan SMU PBB meskipun dilakukan secara virtual. Pidato Jokowi di depan SMU PBB ini istimewa dan mendapat pujian dari banyak pihak.

Jokowi mengingatkan negara-negara di PBB mengenai pentingnya kekompakan semua negara dalam menghadapi pandemi Covid-19. Beliau juga menggambarkan pentingnya peran Indonesia di dalam kawasan dan keteguhan negara kita dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Jokowi juga berharap PBB dapat memperkuat collective global leadership.

Pidato Jokowi di depan SMU PBB ini juga mengundang kontroversi di dalam negeri terutama netizen. Di Indonesia ini, reaksi publik atas kebijakan pemerintah lebih mudah terlihat dari reaksi netizen, meskipun belum tentu itu mewakili pendapat dan pikiran semua rakyat kita.

Pertama, reaksi positif dan negatif terjadi karena Presiden Jokowi berpidato di depan forum internasional dengan menggunakan bahasa Indonesia. Banyak kalangan berpikir bahwa di setiap forum internasional berbahasa inggris adalah wajib, termasuk dilakukan oleh seorang kepala negara. 

Ada kalangan yang memandang bahwa kemampuan berbahasa Inggris juga nilai tambah dari skill seseorang apalagi negarawan. Padahal, bahasa yang digunakan presiden ini bukan karena mampu atau tidak mampu ia menggunakannya tapi ada peraturan yang mengikatnya.

Peraturan yang mewajibkan presiden RI berpidato dengan bahasa Indonesia yaitu Peraturan Presiden RI no. 63 tahun 2019. Dalam Perpres tersebut, pidato Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara wajib menggunakan bahasa Indonesia. 

Perpres ini memperkuat peraturan soal ini yang sudah ada sebelumnya yang keluarkan oleh Presiden SBY yaitu Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan. Dalam pasal 28 UU ini dinyatakan,

"Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri."

Selain pasal itu, ada beberapa pasal yang berkaitan di UU no. 24 Tahun 2009.
Pasal 28
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang
disampaikan di dalam atau di luar negeri.
Pasal 32
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional
di Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri
Pasal 16
Penyampaian pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 pada forum yang diselenggarakan di luar negeri dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Pasal 17
(1)Pidato resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disampaikan dalam forum resmi yang diselenggarakan oleh:
a. Perserikatan Bangsa-Bangsa;
b. organisasi internasional; atau
c. negara penerima

Lagipula, ini bukan pertama kali Presiden berpidato dengan bahasa Indonesiabdi luar negeri. Sebelumnya, Jokowi berpidato dengan Bahasa Indonesia di forum inernasional. Jokowi juga menggunakan Bahasa Indonesia saat hadir di tiga forum internasional yaitu KTT APEC di Tiongkok, KTT ASEAN di Myanmar, dan G-20 Summit di Australia pada tahun 2014.

Kedua, berbagai reaksi juga muncul atas isi pidato Jokowi yang menyinggung masalah Palestina dan mengingatkan kembali semua negara mengenai Konferensi Asia Afrika. Sejalan dengan slogan politik luar negeri Indonesia yaitu politik luar negeri bebas aktif yang artinya tidak berpihak ke suatu kubu atau negara tertentu, Jokowi mengajak semua negara untuk menghormati kedaulatan Palestina. Konferensi Asia Afrika juga banyak merumuskan kesepakatan negara-negara berisikan misi perdamaian dunia.

Isi pidato Jokowi ini mengingatkan kita pada pidato Soekarno di depan SMU PBB pada enam puluh tahun lalu yang mengajak semua negara berdamai, menghentikan perang dingin, menghapus imperialisme, kolonialisme dan menciptakan perdamaian. Ada juga yang menggadang-gadang bahwa Jokowi ini ibaratnya sosok Soekarno kedua bagi Indonesia.

Ketiga, kritik membangun Jokowi untuk organisasi PBB dinilai berbobot dan mengundang pujian dari negara lainnya.
Jokowi menyatakan bahwa PBB perlu melakukan reformasi, revitalisasi dan efisiensi. 

Kemudian, Jokowi mengingatkan PBB agar lebih responsif dan efektif dalam menyelesaikan tantangan global. Selain itu, menurut Jokowi PBB harus memperkuat kepemimpinan global agar setiap negara menghormati dan tak mengintervensi keputusan yang dibuat oleh PBB. 

Selanjutnya, Jokowi mengingatkan perlunya kerja sama yang kuat dalam dalam penanganan pandemi covid-19. Menurut pak Jokowi, ini juga penting agar tidak ada ketimpangan apalagi dalam penyaluran vaksin.

Saya paling terkesan dengan kata-kata pak Jokowi berikut ini, "Kita juga paham virus ini tidak mengenal batas negara, no one is safe until everyone is, Jika perpecahan dan rivalitas terus terjadi maka saya khawatir pijakan bagi stabilitas dan perdamaian yang lestari akan goyah atau bahkan akan sirna. Dunia yang damai stabil dan sejahtera semakin sulit diwujudkan."

Intervensi Vanuatu Soal Papua
Satu momen di sesi General Debate Pemimpin Negara pada SMU PBB yang sangat menarik perhatian masyarakat Indonesia yaitu Perdana Menteri Republik Vanuatu Bob Loughman yang menyinggung isu pelanggaran HAM di Papua. Ternyata, ini bukan pertama kalinya negara di Samudra Pasifik itu mengintervensi RI dalam masalah Papua. Ia mengkritik sikap pemerintah Indonesia di hadapan bangsa-bangsa lainnya atas penilaiannya sendiri.

Kritik Vanuatu soal dugaan pelanggaran HAM di Papua ini sudah dilakukan sejak 2016. Vanuatu selalu memanfaatkan kesempatan menyerang Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB dalam isu Papua dan memprovokasi Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia.

Seorang diplomat muda RI, Silvany Austin Pasaribu, menjawab kritik dari PM Vamuatu tersebut. "Saya bingung, bagaimana bisa negara satu ini berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB," tegasnya.

Menurut Silvany sangat memalukan bahwa negara tersebut terus memiliki obsesi tidak sehat yang berlebihan tentang bagaimana Indonesia harus bertindak atau memerintah. Ternyata, dalam beberapa momen SMU PBB, kritikan Vanuatu soal isu HAM di Papua ini selalu dibantah keras oleh diplomat Indonesia.

Cnnindonesia.com
Cnnindonesia.com

Pidato Menlu Retno Marsudi
Tak hanya pidato Jokowi yang mengundang pujian banyak pihak, pidato Menlu Retno Marsudi yang tajam mengkritik bangsa-bangsa di bawah naungan PBB juga menarik untuk disimak. Dalam SMU PBB 2020 ini, Menlu Retno hadir di tiga sesi yaitu di Pembukaan Side Event SMU PBB, di Pertemuan Tingkat Menteri dan di Pertemuan Pleno Tingkat Tinggi.

Dalam pertemuan tingkat menteri yang membahas isu kesehatan, Menlu Retno mengingatkan pentingnya pelayanan kesehatan untuk bisa dijangkau oleh semua kalangan dan ketidaksetujuannya pada komersialisasi pelayanan kesehatan yang makin menambah kesulitan pada kaum yang tidak mampu. Menlu Retno juga mengajak semua pihak memperkuat kerjasama multisektoral dalam menghadapi pandemi. Menlu Retno juga mengajak PBB untuk memperbaiki tata kelola kesehatan global.

Pada pidato di Rapat Pleno Tingkat Tinggi yang membahas mengenai penghapusan senjata nuklir, Menlu Retno mengatakan bahwa penghapusan senjata nuklir masih jauh dari harapan padahal sudah 75 tahun PBB berdiri dan 50 tahun penandatanganan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

Menlu Retno mengingatkan tiga hal soal ini. Pertama , perlu ada penegakkan dalam penerapan Traktat Non-Proliferasi Nuklir. Menurutnya, sangat penting adanya partisipasi dan komitmen seluruh negara termasuk negara-negara yang memiliki senjata nuklir. 

Kedua, penguatan mekanisme dan arsitektur perlucutan senjata global juga perlu diterapkan. Upaya perlucutan dan pelarangan uji coba nuklir juga perlu dilakukan agar tujuan penghapusan senjata nuklir dari negara segera terealisasi. Ketiga, perlu dipastikan perlucutan senjata nuklir tersebut akan memberi dampak positif terutama bagi kesejahteraan dunia.

Menurut Menlu Retno, yang melindungi manusia itu bukan senjata nuklir tetapi solidaritas kemanusiaan secara global. Dan sebagai penutup, Menlu Retno menyimpulkan bahwa penghapusan senjata nuklir akan menciptakan kesejahteraan umat manusia.

Isu Jokowi untuk Sekjen PBB
Pidato Jokowi yang dipuji banyak pihak memunculkan isu bahwa Jokowi akan digadang untuk menjadi Sekjen PBB berikutnya. Hal ini menurut saya cukup realistis karena secara kapasitas Jokowi dan sepak terjang Indonesia di PBB, tokoh dari Indonesia layak terpilih menjadi Sekjen PBB.

Toh dulu mantan Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden RI, Adam Malik, pernah terpilih menjadi ketua Majelis Umum PBB di tahun 1971. Selain itu, wakil dari Indonesia Nugroho Wisnumurti juga dua kali terpilih menjadi Presiden Dewan Keamanan PBB.

Indonesia juga sudah beberapa kali terpilih menjadi anggota tidak tetap di Dewan Keamanan PBB dan pernah beberapa kali mengirimkan Pasukan Garuda dalam misi perdamaian PBB di beberapa negara. Jadi, bukan hal aneh kalau utusan negara kita yang jadi Sekjen PBB berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun