"Cara orang berdoa, sembahyang itu simbolis," lanjut Alif. "Sama kayak pakai dupa atau burung. Mungkin pakai dupa sambil berharap supaya asapnya yang terbang bisa ikut mengalirkan doa mereka ke Yang Di Atas? Burung-burung yang tadi juga gitu."
"Terus kira-kira mereka berdoa apa, ya, Lif? Panjang umur?"
"Mbuh. Ya supaya sehat kali. Percuma kalau panjang umur tapi sakit-sakitan."
Kami terdiam lagi hingga beberapa saat. Angin siang itu perlahan mulai menyapu wajah kami dengan lembut, mengeringkan keringat yang mengucur di jidat dari batas anak rambut.
"Lia, kalau aku ke Jakarta lagi, kita ke sini lagi, ya. Duduk-duduk diam aja kayak gini. Tenang rasanya."
Aku menatap Alif sesaat. Pandangannya masih menerawang ke arah orang-orang yang sibuk berdoa dan membakar dupa.
"Iya, nanti kita ke sini lagi."
Detik itu juga, diam-diam di wihara aku berdoa: Tuhan, semoga kami masih diberi umur untuk berjumpa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H