Alif yang sudah kecapekan memutuskan untuk duduk saja di bawah pohon rindang, sementara aku berkeliling sendirian sampai ke bagian dalam. Aku memperhatikan mereka yang mengantre untuk berdoa sambil membawa dupa. Ada yang kecil dan tipis seperti lidi, ada juga yang besar seperti es Bon Bon. Aku tidak tahu apa bedanya yang jelas keduanya sama-sama dibakar (ya iyalah, kalau tidak dibakar sembahyangnya bagaimana, dong?).
Di dalam, areanya lebih luas lagi dan udaranya lebih keruh. Ada sekitar satu-dua cerobong besar yang tidak henti-hentinya mengeluarkan asap, debu, bercampur abu sisa-sisa pembakaran. Banyak pula patung dewa/dewi berukuran raksasa yang tak kukenal berdiri kokoh di atas altar. Sesaat aku mengamati patung-patung tersebut dan membayangkan jika mereka bisa berbicara, bolehkah aku bertanya sisa waktuku di dunia tinggal berapa lama?
Setelah puas berkeliling di bagian dalam, aku menyusul Alif dan ikut duduk di bawah pohon bersamanya. Kami terdiam cukup lama sambil mengamati orang-orang yang lalu-lalang. Ada sepasang suami-istri tua yang sedang berdoa dengan khusyuk, beberapa petugas yang sibuk membersihkan halaman, dan anak-anak kecil berlarian sambil berteriak riang. Salah seorang petugas keamanan di sana sempat bolak-balik menawarkan diri untuk memotret kami karena dia tahu kami pendatang. Katanya, mumpung lagi ada kesempatan jalan-jalan ke sini, kenapa tidak berfoto sekalian?
Aku menolak. Dalam hati aku berkata, "Kalau aku yang salat di masjid, Bapak bakal tertarikkah untuk selfie dengan latar belakang aku sedang bersujud?"
Sambil mengelap keringat di leher, Alif yang sedari tadi membisu tiba-tiba membuka percakapan, "Itu ada yang mau melepas burung."
Benar saja. Di depan kami ada seorang bapak sedang membawa keranjang bolong-bolong yang tertutup rapat. Dari dalamnya terdengar cuitan burung-burung yang, sepertinya, burung gereja. Tak lama setelahnya, dengan bantuan seorang petugas, bapak itu membuka penutup keranjang tersebut, membiarkan kawanan burung itu terbang bebas ke langit luas.
"Itu ngapain?"
"Enggak tahu. Berdoa kayaknya."
"Bukannya berdoa pakai dupa?"
"Enggak tahu. Kan berdoa bisa macam-macam caranya. Bisa di tempat ibadah, di rumah, di kasur sambil tidur."
Aku terdiam.