Mohon tunggu...
Lia Agnesia Moe
Lia Agnesia Moe Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Sebagai mahasiswa jurusan farmasi, saya memiliki minat yang mendalam dalam menulis, yang memungkinkan saya untuk mengekspresikan ide-ide dan pemikiran saya secara kreatif. Kecintaan saya terhadap tulisan tidak hanya memperkaya pemahaman saya tentang materi kuliah, tetapi juga membantu saya menyampaikan konsep-konsep ilmiah dengan cara yang lebih menarik. Saya percaya bahwa kemampuan menulis yang baik akan mendukung karier saya di bidang kesehatan, baik dalam menyusun laporan penelitian maupun dalam komunikasi dengan pasien.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Iman dan Pilihan, Dilema Aborsi dalam Pandangan gereja Katolik

22 November 2024   22:32 Diperbarui: 22 November 2024   22:32 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan pendekatan interdisipliner, diharapkan dapat ditemukan titik temu antara ajaran moral Gereja dan kebutuhan untuk memahami serta mendukung wanita dalam situasi sulit. Diskusi ini penting untuk membangun pemahaman yang lebih nuansir tentang aborsi dalam konteks sosial, agama, dan hukum di Indonesia.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi literatur yang bertujuan untuk menganalisis dan memahami secara mendalam dilema aborsi dalam pandangan Gereja Katolik. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelusuran dokumen-dokumen gereja, jurnal akademik, dan literatur teologis yang relevan dengan topik penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pandangan fundamental Gereja Katolik terhadap aborsi berakar pada keyakinan bahwa kehidupan dimulai sejak saat konsepsi. Setiap janin, sebagai ciptaan Allah, memiliki hak untuk dihormati dan dilindungi. Konsep ini didasarkan pada ajaran bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Imago Dei), yang menegaskan bahwa status moral janin setara dengan manusia yang telah lahir. 

Oleh karena itu, aborsi dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak hidup yang tidak dapat diganggu gugat. Dalam konteks ini, Gereja mengklasifikasikan aborsi sebagai "kejahatan serius," sebagaimana dinyatakan dalam dokumen Evangelium Vitae. Larangan absolut terhadap penghentian kehidupan yang disengaja menunjukkan komitmen Gereja untuk mempertahankan nilai-nilai moral yang fundamental, tanpa memberikan pengecualian moral untuk aborsi yang disengaja.

Dasar teologis dari pandangan Gereja Katolik terhadap aborsi terletak pada interpretasi Kejadian 1:27, yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam citra Allah. Ajaran Katekismus tentang martabat manusia dan berbagai dokumen Magisterium mendukung posisi ini, menekankan pentingnya menghormati kehidupan manusia dalam segala tahap perkembangannya. 

Posisi Gereja tentang aborsi telah konsisten sepanjang sejarah, dengan penguatan doktrin melalui berbagai dokumen resmi. Respons Gereja terhadap perkembangan teknologi medis modern juga menunjukkan usaha untuk mengintegrasikan ajaran moral dengan realitas baru yang muncul di masyarakat.

Dalam menghadapi dilema moral, Gereja mengakui bahwa terdapat situasi khusus yang menuntut pertimbangan lebih lanjut. Misalnya, dalam kasus kehamilan yang mengancam nyawa ibu, prinsip efek ganda dalam teologi moral Katolik menjadi relevan. Terdapat perbedaan antara aborsi langsung, yang bertujuan untuk mengakhiri hidup janin, dan aborsi tidak langsung, di mana tindakan medis dilakukan untuk menyelamatkan ibu meskipun ada risiko bagi janin. 

Di sini, pertimbangan pastoral sangat penting dalam situasi kritis ini. Selain itu, kehamilan akibat perkosaan menciptakan ketegangan antara trauma korban dan kesucian kehidupan. Gereja berusaha memberikan pendampingan pastoral bagi korban serta alternatif solusi yang dapat membantu mereka menghadapi situasi sulit tanpa mengabaikan prinsip-prinsip moral. 

Dalam kasus anomali janin fatal, Gereja memandang martabat kehidupan sebagai hal yang tidak tergantung pada kondisi medis janin. 

Oleh karena itu, dukungan pastoral untuk keluarga yang menghadapi situasi ini sangat penting, termasuk pertimbangan perawatan paliatif sebagai bentuk penghormatan terhadap kehidupan.

Di Indonesia, interaksi antara ajaran Gereja dan hukum nasional juga menjadi perhatian. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menunjukkan adanya respons Gereja terhadap kebijakan pengecualian aborsi. Dialog antara hukum kanon dan hukum sipil penting untuk memahami bagaimana ajaran Gereja berinteraksi dengan regulasi nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun