Mohon tunggu...
Lia Fahmi
Lia Fahmi Mohon Tunggu... -

pemakan nasi, peminum air,penyembah Allah SWT, penyayang sesama, penghirup udara, penyebar pesona, pencerah dunia, pecinta cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pupuk Racun

26 Desember 2016   16:53 Diperbarui: 26 Desember 2016   17:00 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara lembut penyanyi tanpa ekspresi di atas panggung mengalun merdu dihiasi lampu remang dan segelas minuman bersoda, menyenangkan.

Makna-makna dalam aksara

Makna mana yang kita bela

Berlabuh lelahku

Di kelambu jiwamu

Selalu seperti ini, malam minggu sunyi sepi di sudut kafe aku terpaku sendiri menikmati weekend yang selalu sama setiap week-nya. Entah kenapa kafe ini selalu menyuguhkan band indie yang menyanyikan lagu yang sama disetiap manggungnya. Meskipun sudah ratusan kali mendengar lagu berjudul “Bahas Bahasa” karya band Bara Suara itu, aku tetap menyukainya, dengan permainan kata dan makna yang sangat dalam. “Lidah kian berlari tanpa henti tanpa disadari tak ada arti bahasamu bahas bahasanya lihat kau bicara dengan siapa..”Ah sudahlah, ternyata suaraku tidak sebagus vokalis membosankan itu.

Terkadang aku berpikir, untuk apa lirik lagu dibuat serumit itu? Bukankah lagu dibuat untuk menghibur pendengar? Bukan untuk berpikir keras mencerna kata demi kata disetiap baitnya. Tapi itulah seni, karya yang tidak pernah berkhianat pada tuannya.

“Alin! Alinn! Alineaaa.. Bangun!.” Teriakan ibu dari balik pintu kamar berhasil membangunkanku. “Cepet bangun udah siang, makanya jangan keluyuran malem-malem.. jangan naaajdhacfhiajfsboihaifiaiofh…” tiba-tiba suara ibu tersamarkan, “Hmmm ibu ngomong apaan sih? ngantuk banget nih.” Jawabku malas. Seketika itu aku menoleh ke sebuah benda yang selama ini aku benci, Jam. Arah jarumnya menunjukan pukul tujuh. What?!!! SH*T !!! dengan refleksnya aku mengumpat kasar di depan ibu.

Aku segera bangkit dan bergegas ke kamar mandi tanpa memperdulikan ibu yang sejak tadi marah-marah. Sudah biasa, pikirku. “Alinea! Kamu tuh perempuan tidak boleh berkata kasar seperti itu!.” Kemarahan Ibu berlanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun