Sifat anaerob memungkinkan bakteri ini hidup pada ruang hampa tanpa oksigen, sehingga dapat bertahan pada kaleng yang tertutup rapat tanpa udara (kemasan hampa udara). Oleh karena itu, perlu kecermatan dalam pengisian kaleng, karena pengisian yang kurang akan membuat ruang hampa menjadi lebih banyak, sehingga bakteri anaerob akan berkembang.
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, bakteri Clostridium dapat dibagi menjadi 3 kelompok (strain), yaitu: psikrotropik, tumbuh pada suhu optimum 14-20oC dan dapat tumbuh lambat pada suhu 4oC; mesofilik, tumbuh pada suhu optimum 30-37oC dimana suhu ini merupakan suhu normal gudang; dan termofilik, tumbuh pada suhu optimum 45-60oC.
Oleh karena itu, proses pemanasan harus sangat diperhatikan. Bila pemanasan kurang, akan menyebabkan bakteri Clostridium tidak mati. Namun, bila pemanasan berlebihan bisa menjadi resisten terhadap suhu tinggi. Selain pemanasan, pendinginan juga memiliki peran yang penting. Apabila ikan kaleng yang telah dipanaskan tidak langsung didinginkan, maka bakteri mesofilik atau termofilik akan tetap hidup. Oleh sebab itu, pendinginan harus dilakukan sesegera mungkin dengan suhu di bawah 30oC.
Ketahanannya terhadap asam juga perlu diperhatikan, karena produk ikan kaleng selalu menggunakan saus yang bersifat asam. Sebenarnya, saus tidak hanya dipakai untuk menambah cita rasa, namun juga untuk memperkecil ruang hampa dalam kaleng dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan keasamannya. Namun, bakteri Clostridium yang tahan asam akan membuat sulit penghambatan pertumbuhannya melalui cara ini saja, dan memerlukan perlakuan lebih lanjut.
Clostridium akan membentuk spora pada saat keadaan lingkungan kurang menguntungkan, terutama dalam hal suhu. Misalnya bila suhu optimalnya 30-37oC, maka ketika suhu tidak sesuai (kurang atau lebih dari suhu optimalnya), C. botulinumakan membentuk spora. Ketika suhu menjadi optimum kembali, spora akan bergerminasi/berubah kembali menjadi bakteri aktif. Ini berbahaya karena suhu gudang penyimpanan sebelum dipasarkan biasanya antara 25-35oC. Kondisi ini dapat memacu aktifnya kembali spora C. botulinum.
Oleh karena itu diperlukan suhu dan waktu pemanasan yang tepat dan pengasaman dengan pH di bawah 4,6 (karena germinasi spora C. botulinum dapat dihambat pada pH di bawah 4,6). Selain itu, pengurangan kadar air, pengisian kaleng dengan ukuran yang tepat, dan penggaraman juga dapat menghambat germinasi spora C. botulinum.
Tanda-tanda kerusakan pada produk kaleng yang disebabkan oleh C. botulinum antara lain mengalami fermentasi, bau asam, bau keju, atau bau butirat, pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak. Penampakan pada kaleng ditunjukkan dengan kondisi kaleng yang menggembung.
Tindakan pengendalian khusus yang diperlukan pada industri terkait dengan keberadaan bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas. Sedangkan pada rumah tangga atau warung makanan diusahakan penyimpanan dalam lemari pendingin dan cara memasak yang seksama (rebus dan aduk selama 15 menit). Hindari mengkonsumsi ikan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.
Keracunan dan Penangannya
Toksin botulin bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang menghalangi transmisi impuls saraf ke otot, dan dapat menyebabkan paralisis (kelumpuhan). Walaupun relatif jarang terjadi pada manusia, namun tergolong serius dan gawat, karena angka kematiannya mencapai sekitar 50-70%.
Gejala umum yang ditimbulkan adalah mual, muntah, sakit kepala, dan kram perut. Efek dimulai pada syaraf di kepala sehingga menyebabkan gangguan penglihatan (kabur atau penglihatan ganda), kehilangan fungsi normal mulut dan tenggorokan (kesulitan berbicara dan menelan).