Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Botulisme yang Disebabkan oleh Produk Perikanan

30 Juni 2016   07:43 Diperbarui: 30 Juni 2016   08:24 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah bakteri patogen pada ikan dan produk perikanan telah dibahas pada artikel terdahulu. Namun untuk memperdalam masalah botulisme yang disebabkan oleh bakteri Clostridium botulinum, maka ditulis artikel ini.

Terlebih dahulu perlu difahami istilah intoksikasi pangan, yaitu penyakit akibat terkonsumsinya toksin (racun) yang terdapat dalam pangan, dimana keberadaan racun tersebut karena diproduksi oleh bakteri. Jika makanan ditelan, maka toksin itulah yang menyebabkan gejala keracunan, bukan oleh karena bakterinya.

Ada dua jenis intoksikasi pangan utama yang disebabkan oleh bakteri, yaitu: (1) botulisme, disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum; dan (2) intoksikasi stapilokoki, disebabkan toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus.

Botulisme adalah keracunan yang disebabkan oleh racun dari C. botulinum yang terdapat dalam makanan (produk perikanan), apabila produk tersebut termakan oleh manusia. Ini dapat terjadi karena dalam pertumbuhannya, C. botulinum dapat memproduksi suatu racun yang disebut botulin. Karena pembawa racunnya adalah produk pangan, maka dikenal dengan sebutan foodborne botulism (untuk membedakan dengan botulisme lainnya, yaitu botulisme pada luka dan botulisme pada bayi).

Botulisme pada manusia memang jarang terjadi, namun tergolong penyakit yang serius dan gawat, karena cukup tingginya angka kematian yang ditimbulkan. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami agar dapat melakukan upaya pencegahan.

Bakteri C. botulinum pertama kali ditemukan pada tahun 1896 oleh Emile van Ermengem, berbentuk batang, termasuk bakteri gram positf, anaerob obligat (tidak bisa hidup bila terdapat oksigen), motil (dapat bergerak), dan menghasilkan spora yang tahan panas.

Bakteri ini ditemukan di tanah dan sedimen perairan di seluruh dunia, juga berkolonisasi di saluran gastro-intestinal ikan, burung dan mamalia.

Sifat Bakteri dan Toksinnya

Pemeriksaan terhadap 165 kejadian botulisme yang disebabkan oleh produk perikanan (di Kanada, Jepang, Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Skandinavia pada periode 1950-1980), menunjukkan bahwa produk dengan cara pengawetan sederhana (fermentasi dan pengasapan) adalah yang paling sering, disusul penggaraman, pengasaman, dan pengalengan. Sebaliknya, ikan segar dan beku tidak pernah terbukti menyebabkan botulisme pada manusia.

Stabilitas toksin botulinum adalah pada suhu yang rendah, berarti dengan cara memasak yang biasa dilakukan di rumah tangga sudah dapat menghancurkan toksin yang terbentuk. Oleh karena itu, cara untuk menghindari keracunan yang paling sederhana adalah dengan memanaskan atau memasak sebelum dikonsumsi. Dengan demikian jelas bahwa resiko dapat terjadi adalah karena makanan tidak dimasak sebelum dikonsumsi.

Botulisme pada produk perikanan yang banyak dipelajari adalah pada produk ikan kaleng. Dengan teknik pengalengan, keberadaan bakteri dapat ditekan dengan melakukan tindakan yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri. Namun kewaspadaan diperlukan terhadap sifat bakteri ini, yaitu anaerob, ketahanan terhadap panas, ketahanan terhadap asam, dan kemampuannya membentuk spora.

Sifat anaerob memungkinkan bakteri ini hidup pada ruang hampa tanpa oksigen, sehingga dapat bertahan pada kaleng yang tertutup rapat tanpa udara (kemasan hampa udara). Oleh karena itu, perlu kecermatan dalam pengisian kaleng, karena pengisian yang kurang akan membuat ruang hampa menjadi lebih banyak, sehingga bakteri anaerob akan berkembang.

Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, bakteri Clostridium dapat dibagi menjadi 3 kelompok (strain), yaitu: psikrotropik, tumbuh pada suhu optimum 14-20oC dan dapat tumbuh lambat pada suhu 4oC; mesofilik, tumbuh pada suhu optimum 30-37oC dimana suhu ini merupakan suhu normal gudang; dan termofilik, tumbuh pada suhu optimum 45-60oC.

Oleh karena itu, proses pemanasan harus sangat diperhatikan. Bila pemanasan kurang, akan menyebabkan bakteri Clostridium tidak mati. Namun, bila pemanasan berlebihan bisa menjadi resisten terhadap suhu tinggi. Selain pemanasan, pendinginan juga memiliki peran yang penting. Apabila ikan kaleng yang telah dipanaskan tidak langsung didinginkan, maka bakteri mesofilik atau termofilik akan tetap hidup. Oleh sebab itu, pendinginan harus dilakukan sesegera mungkin dengan suhu di bawah 30oC.

Ketahanannya terhadap asam juga perlu diperhatikan, karena produk ikan kaleng selalu menggunakan saus yang bersifat asam. Sebenarnya, saus tidak hanya dipakai untuk menambah cita rasa, namun juga untuk memperkecil ruang hampa dalam kaleng dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan keasamannya. Namun, bakteri Clostridium yang tahan asam akan membuat sulit penghambatan pertumbuhannya melalui cara ini saja, dan memerlukan perlakuan lebih lanjut.

Clostridium akan membentuk spora pada saat keadaan lingkungan kurang menguntungkan, terutama dalam hal suhu. Misalnya bila suhu optimalnya 30-37oC, maka ketika suhu tidak sesuai (kurang atau lebih dari suhu optimalnya), C. botulinumakan membentuk spora. Ketika suhu menjadi optimum kembali, spora akan bergerminasi/berubah kembali menjadi bakteri aktif. Ini berbahaya karena suhu gudang penyimpanan sebelum dipasarkan biasanya antara 25-35oC. Kondisi ini dapat memacu aktifnya kembali spora C. botulinum.

Oleh karena itu diperlukan suhu dan waktu pemanasan yang tepat dan pengasaman dengan pH di bawah 4,6 (karena germinasi spora C. botulinum dapat dihambat pada pH di bawah 4,6). Selain itu, pengurangan kadar air, pengisian kaleng dengan ukuran yang tepat, dan penggaraman juga dapat menghambat germinasi spora C. botulinum.

Tanda-tanda kerusakan pada produk kaleng yang disebabkan oleh C. botulinum antara lain mengalami fermentasi, bau asam, bau keju, atau bau butirat, pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak. Penampakan pada kaleng ditunjukkan dengan kondisi kaleng yang menggembung.

Tindakan pengendalian khusus yang diperlukan pada industri terkait dengan keberadaan bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas. Sedangkan pada rumah tangga atau warung makanan diusahakan penyimpanan dalam lemari pendingin dan cara memasak yang seksama (rebus dan aduk selama 15 menit). Hindari mengkonsumsi ikan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.

Keracunan dan Penangannya

Toksin botulin bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang menghalangi transmisi impuls saraf ke otot, dan dapat menyebabkan paralisis (kelumpuhan). Walaupun relatif jarang terjadi pada manusia, namun tergolong serius dan gawat, karena angka kematiannya mencapai sekitar 50-70%.

Gejala umum yang ditimbulkan adalah mual, muntah, sakit kepala, dan kram perut. Efek dimulai pada syaraf di kepala sehingga menyebabkan gangguan penglihatan (kabur atau penglihatan ganda), kehilangan fungsi normal mulut dan tenggorokan (kesulitan berbicara dan menelan).

Efek selanjutnya menyebar ke punggung yang menyebabkan kelumpuhan otot lengan, otot pernapasan, dan juga otot kaki, yang menyebabkan kelumpuhan dan gagal napas sehingga menyebabkan kematian. Gejala ini biasanya muncul 4-36 jam setelah toksin tertelan, dengan masa sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.

Untungnya, toksin ini dapat dihancurkan dengan suhu tinggi, sehingga botulisme sangat jarang dijumpai di lingkungan atau masyarakat yang mempunyai kebiasaan memasak atau merebus sampai matang. Pemanasan produk sampai dengan suhu 80oC selama 30 menit cukup untuk merusak toksin.

Karena keracunan botulisme termasuk serius dan gawat, maka bila terjadi harus segera mendapatkan penanganan dokter. Perawatan dan pengobatan botulisme tergantung stadiumnya. Anti toksin akan diberikan pada diagnosa dini. Penderita diupayakan untuk memuntahkan makanannya. Ventilator sebagai alat bantu pernapasan untuk pasien diperlukan pada stadium lanjut.

Semoga bermanfaat.

Salam dari saya.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun