Lahirnya Kembali Tren Pakaian BekasÂ
Baju bekas punya catatan budaya yang berbeda di wilayah berbeda. Di Amerika, setelah revolusi industri, penggunaan mesin menjadikan urbanisasi yang cepat dan pada saat yang sama pemenuhan konsumsi, termasuk fesyen juga dilakukan dengan cepat. Sebagai alternatif, bermunculanlah toko-toko barang bekas.Â
Memang sempat ada stigmatisasi tentang baju bekas yang tidak higienis, apalagi ditambah dengan isu ras di Amerika. Organisasi gereja yang membuat toko untuk menyumbang orang tak mampu melalui pemberian baju bekas menolong untuk mengurangi stigma tersebut. Alasan inilah yang menjadi permulaan dan sebab adanya thrift store.Â
Di wilayah budaya lain seperti di Jawa, di sekitar awal abad 19 sampai dengan tahun 1970an, membeli pakaian bekas terjadi di kalangan masyarakat dengan pendapatan rendah. Baju rombengan adalah istilah yang dipakai di masyarakat Jawa.Â
Baju rombeng di jual di pasar tradisional, digantung- gantung. Pemakai baju rombeng ini kemudian melakukan koreksi atau permak bila ukurannya perlu disesuaikan, atau modelnya perlu diubah. Â
Bila kebesaran di daerah dada dan pinggang, baju bisa "disekeng", yaitu dijahit di bagian kupnat dari atas ke bawah. Atau dijithet, dijahit dari sebelah dalam untuk bagian pundak atau lengan.Â
Nambal kain baju yang sobek juga menjadi hal yang biasa dilakukan. Atau dapat pula ditisik atau dijahit halus setik bolak balik pada bagian yang robek agar tertutup rapat lagi. Jadi, di masa itu ada proses yang perlu dilakukan sesudah baju rombengan dibeli.Â
Di masa kecil, saya ingat mbok Djah dan mbok Mar'ah yang pernah bekerja di rumah kami membeli kebaya bekas di pasar dan melakukan permak. Duduk menyaksikan mereka melakukan permak baju mereka, sambil bercerita, adalah sesuatu menyenangkan. Â
Namun, di masa itu, konsumsi pada fesyen di antara kelompok yang lebih beruang pun masih relatif terbatas. Baju yang memengaruhi tren pada umumnya dihasilkan oleh kota mode seperti Paris dan New York serta kota mode lainnya.Â
Masyarakat dunia mengikuti mode baju yang baru melalui film Hollywood yang mereka tonton dan juga melalui media majalah mode yang hanya beredar di kota besar.
Perkembangan teknologi yang menemukan mesin-mesin pemintalan benang dan pemotong kain serta standrarisasi kualitas memungkinkan pembuatan baju jadi dengan biaya rendah dan dijual dengan harga murah pula.Â