Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tolak Penggantian Kompasianer dengan AI di Kompasianival 2020

25 November 2019   00:10 Diperbarui: 5 Desember 2019   18:49 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi AI di Penulisan (Foto : VASILYEV ALEXANDR/SHUTTERSTOCK

Juga, artikel tentang kucing yang dianggap jadi penyebab kematian separuh penduduk Eropa di masa gelap. Hoaks membuat pembantaian atas kucing di penjuru Eropa.

Padahal ini soal penyakit sampar yang disebabkan tikus. Adalah Renaissance yang merubah nasib kucing. Peristiwa yang dikenal dengan 'the black death cat' ini saya kaitkan soal hoaks pada konteks terkini, pra Pemilu 2019. Ini saya tulis karena dulu saya sempat punya 56 ekor kucing. 

Atau, suatu saat saya mendengar kisah angka tujuh yang penting bagi masyarakat Dayak. Ini saya dengar dari pak Marius Gunawan yang duduk ngopi bersama di kafe Arborea di area hutan Manggala Wanabakti, Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. 

Pak Marius yang dari suku Dayak itu bercerita soal angka tujuh ini dalam 10 menit, di luar cerita lain. Namun, itu tidak berhenti di situ. Saya cari informasi lebih tentang itu. Dari riset yang ada. Dari tulisan Prof Apollo. Itu saya jadikan referensi saya menulis. 

Karena saya memerlukan sejaran masyarakat Dayak, saya juga bertanya kepada seorang sahabat yang memiliki banyak referensi soal Dayak. Saya bertelpon cukup lama. Saya ingat, saya bertelpon sampai jam 3 pagi. Ngantuk juga karena yang bersangkutan lebih semangat dari saya. Ini semacam wawancara dengan nara sumber. 

Ada juga soal revisi Undang undang KPK. Saya terganggu dengan begitu banyaknya sentimen seakan ada gerakan radikal dalam tubuh KPK, dan untuk itulah KPK perlu digembosi dan ditaklukkan serta diawasi melalui revisi Undang undang KPK . 

Dan, saat itupun lahir diskursus Buku Merah, tuduhan kepalsuan kasus Novel Baswedan, atau UAS yang berkotbah di KPK yang sebetulnya misterius soal siapa yang undang. Ini menyudutkan posisi KPK. Hati saya sulit menerima. 

Saya paham bahwa saya mungkin hanya sedikit dari Kompasianer yang 'melawan' mazab sentimen radikalisme dalam tubuh KPK. Tapi, tak apalah. 

Apa yang saya lakukan dalam menulis soal KPK?. Saya memang menggunakan referensi riset tentang kinerja KPK selama ini. Ini bukan hanya terkait laporan tahunan KPK, tetapi juga riset yang dilakukan ICW, laporan lembaga dunia seperti OECD, serta riset lain yang menjadi dasar pembentukan laporan Corruption Perception Index (CPI) tahunan yang disusun Transparency International. 

Ribet amat?. Bukan sok sokkan!. 

Begini, karena isu KPK memiliki isu pro kontra luar biasa yang sempat jadi pertanyaan publik dan melibatkan partai pendukung Presiden terpilih, saya perlu bukti dan argumentasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun