Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Buku Merah

8 November 2019   22:54 Diperbarui: 10 November 2019   08:39 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adimas pelan membuka map plastik itu. Ia keluarkan Buku Merah itu dengan gemetar. Ia menoleh ke sekelilingnya. Ia buka pelan. Hanya ada 2 halaman kertas dari bahan concorde tebal berwarna putih di dalam Buku Merah itu. Ada ucapan "Selamat Ulang Tahun" di halaman depan. Ketika ia buka halaman kedua, ia baca selarik puisi.

"Oh, puisi. Kupikir apaaaa", kata Adimas. 

Kendis melotot kesal "Lho, itu hadiah ulang tahun untuk kamu. Kamu kok ga menghargai sih?", tanya Kendis. 

Adimas tertawa terbahak "Bukan...aku suka kok. Sebentar aku baca. Aku pikir kamu terlibat kasus Buku Merah. Kan dua minggu ini ada di media sosial. Sementara kamu tidak pernah bercerita apa yang kamu lakukan", kata Adimas masih terbahak. Adimas segera mendekatkan dirinya dan mencium pipi Kendis "Aku suka. Aku suka. Thank you, again. Aku baca ya".

Buku Merah Laki laki Teknologi

Dibenaknya, seluruh isi jagat digenggamnya
Kepada setiap kata dikabarkannya
Tentang pikiran dan detail misteri

Benak itu melirik jemari yang kusut
Dan ruas-ruas tak simetris
Terlalu lama ia disiksa kepandiran
Lelaki itu punya hati untukku
Dan semua orang
Tapi dia telah lama ditinggalkan deret waktu
Yang tak pernah mau menunggu kebodohan.
Dan
Lelaki itu hampir dibenamkan anak jaman.

Adimas selesai membacanya, dan ia bertanya "Puisi itu bagus banget, tapi kok nadanya putus asa sih?". "Juga, ini puisi tentang siapa? Kok tak ada hubungannya dengan aku?"

"Ahhhh..., kamu itu kan laki laki teknologi itu. Paling ribut soal online online, tapi kamu gaptek super. Kamu itu laki laki di puisi itu. Yaa...aku kan sedang belajar bikin puisi. Susah. Gitulah. Tak usah kamu tebak maknanya. Happy birthday ya", kata Kendis.

Adimas tergelak "Iya. Iya..terima kasih. Kamu berikan kado puisi yang mungkin bukan tentang aku. Tapi maknanya dalem. Okelah. Semoga kamu makin rajin bikin puisi untuk aku. Eh tapi kenapa kamu sebut Buku Merah?", tanya Adimas.

"Ya supaya indah saja. Tadi aku minta tolong Seseorang di toko foto copy buat bikin cover buku merah itu. Supaya indah. Masa aku kasih kamu selembar kertas isi puisi. Lalu aku pesan Gosend buat antar bukunya", Kendis tergelak. 

Malam makin hangat dan Buku Merah tergeletak di meja. Jadi saksi Adimas dan Kendis yang tenggelam dalam kenikmatan yang tak mau mereka tunda. Saling bercanda dan mem 'bully' soal kepandiran mereka berdua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun