Sabtu sore itu, Adimas sangat bergairah untuk berdandan. Pasalnya, ia sudah ada janji bertemu perempuan tercintanya, Kendis.
Bukan apa apa. Sulit bertemu Kendis. Kendis perempuan super sibuk. Kendis yang bekerja sebagai aktivis pecinta orang utan hampir sulit ia temui di hari hari kerja. Ada saja alasannya.Â
Bulan September ia sibuk dengan petisi untuk menolak Undang Undang Perdagangan Orang Utan. Sebulan penuh di bulan Oktober ia sibuk berdemonstrasi.Â
Adimas sempat gelisah. Ia menyaksikan di televisi tentang Kendis dan mahasiswa yang berdemo menolak sikap parlemen yang sahkan undang undang Pemberian Izin Penjualan Orangutan. Adimas saksikan betapa aktivis dan mahasiswa diguyur air dengan 'water cannon'. Juga, pendemo berhadapan dengan ribuan polisi. Mengerikan.Â
Lalu, di November ini Kendis sibuk memfasilitasi rencana strategis LSM nya.Â
Adimas memakluminya. Kendis adalah perempuan mandiri yang mencintai pekerjaannya.Â
Bagi Adimas, mencintai Kendis adalah memahami maunya. Memahami kerjanya. Memahami  mimpinya.Â
Belakangan, Kendis memang lebih sulit diajak bicara.Â
Pesan Adimas melalui WA jarang dibalas Kendis. Kendis selalu bercerita bahwa ia sedang sibuk dengan pekerjaan besar. Itu saja.Â
Adimas tahu, kalau Kendis sedang sibuk, Adimas tak akan mungkin menyela waktunya.Â
Maka, ketika tadi Kendis mengirim WA dan mengajaknya bertemu jam 7 malam di warung kopi 'Gayoku', Adimas cepat membalas.Â