Laksmi berusaha menolong istrinya. Ia pergi ke toko dan membeli pembalut wanita yang ia lihat di iklan televisi. Laksmi cukup terkejut mendapatkan bahwa harga satu pak softeks berisi 10 buah adalah 55 Ruppee. Sayang sekali Laksmi hanya punya uang 40 Ruppee sehingga ia harus berhutang kepada toko untuk bisa membeli pembalut wanita.
Gayatri senang menerima hadiah pembalut wanita yang dibelikan suaminya.Â
Namun, persoalan harga yang mahal dari pembalut wanita ini membuat akhirnya Gayatri kembali menggunakan lap karung itu ketika menstruasi.
Karena rasa sayangnya kepada istrinya dan juga karena intuisi sebagai orang yang kreatif, Laksmi mencoba membuat pembalut wanita. Ia mencoba berbagai cara. Ia yang hanya lulusan kelas 8 berusaha memahami apa itu pembalut wanita yang ia lihat di iklan televisi.
Ia tidak putus asa. Ia menggunakan bakatnya dan ketrampilannya di bengkel untuk membuat alat atau mesin produksi pembalut wanita.
Ia membeli kain katun dan mengisi dengan kapas dan membuat pembalut wanita. Ia tidak tahu bagaimana cara mengujinya. Ia berikan pembalut wanita itu ke Gayatri, istrinya.
Gayatri menolak keras. Pembalut wanita buatan suaminya adalah tabu. Bahkan seluruh keluarga Laksmi memusuhinya. Begitu dramatis ketika Gayatri menolak keras ide menggunakan pembalut wanita kreasi suaminya. Ia sangat taku terkena kutukan karenanya.Â
Laksmi mencari akal. Ia akhirnya terus membuat pembalut wanita dan meminta bantuan mahasiswi fakultas kedokteran untuk mencobanya. Mahasiswi ini, Mari, setuju membantu. Tetapi pengujian tak bisa dilakukan karena para mahasiswi menolak dengan alasan tabu.
Terpaksa Laksmi menguji sendiri pembalut wanita. Ia letakkan darah di atas pembalut wanit dan ia pakai sendiri pembalut itu. Ia naik sepeda dan melakukan berbagai kegiatan, untuk menguji apakah ada kebocoran.
Suatu saat, ketika Laksmi menguji pembalut wanita, ia melihat sungai di depannya. Ia mendapatkan akal seperti Archimides mengatakan 'eureka'. Ia terjun ke sungai. Namun, yang terjadi adalah pembalut wanit yang telah ada darah yang ia letakkan luntur. Air sungai menjadi merah. Masyarakat dan perempuan di desanya panik. Mereka mengatakan bahwa Laksmi telah membuat darah perempuan menjadi bencana dan sungai menjadi merah.
Walaupun ia berusaha menerangkan kepada masyarakat, mereka tidak percaya. Gayatri akhirnya dipindahkan ke desa lain. Laksmi begitu patah hati, iapun keluar dari desa. Pengambilan gambar di mana Gayatri naik mobil ke rumah saudaranya, dan Laksmi yang duduk di atas bus begitu menyedihkan. Perpisahan karena budaya yang menolak persoalan menstruasi menjadi persoalan publik.