Film India di Udara
Menonton film memang menyenangkan, walaupun saya sadari kesibukan kerja dan aktivitas sering membatasi.
Kali ini saya gunakan waktu 3 jam penerbangan dari Jakarta ke Palu untuk kerja lapang di wilayah pasca gempa Palu sebagai kesempatan untuk menonton film. In termasuk waktu saya untuk menuliskan artikel ini. Â
Dalam penerbangan pagi tadi, saya memang agak mengantuk karena beberapa hari terakhir ini jadwal tidur cukup larut malam untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Saya tidak sengaja memilih film yang rupanya sebuah film India. Karena sudah terlanjur berjalan selama beberapa menit, saya teruskan menonton.Â
Sebuah kejutan manis. Saya tidak mengira bisa jatuh cinta pada suatu film India. Selain lokasi pembuatan film yang menarik  dan indah, cerita film ini unik, kocak dan sekaligus menyayat.
Film dimulai dari perayaan pernikahan dan suasana bulan madu sepasang pengantin baru. Adegan adegan romantasi ala Indiapun diputar selama kurang lebih lima menit. Sang lelaki bernama Lakshmi. Sang perempuan bernama Gayatri.
Hingga suatu saat adegan tiba di suatu pertemuan keluarga. Gayatri, sang istri berusaha menghindari sang suami. Ia tidak pernah bisa duduk diam di kala 5 hari menstruasi.
Tetua, anggota keluarga perempuan berusaha menahan Laksmi yang ingin tahu kondisi Gayatri. Pendeknya, menstruasi adalah suatu hal yang tabu. Sesuatu yang kotor. Tidak boleh didiskusikan.
Dan, bagi penduduk di desa di wilayah India Utara itu, menstruasi adalah sesuatu yang kotor. Perempuan yang menstruasi harus jauh jauh dari sang suami. Keberadaan perempuan yang sedang menstruasipun dirahasiakan.
Tentu saja hal ini tidak masuk akal bagi Laksmi yang sangat mencintai Gayatri.
Karena tabunya menstruasi, perempuan dilarang menggunakan apapun saat menstruasi. Perempuan, secara tradisi memakai kain lap yang bisa dikatakan adalah karung "rug" di dalam sari mereka. Ini membuat Laksmi gundah. Ia tak ingin istrinya, Gayatri, terkena penyakit karena darah berkumpul di pakaian, yak higienis  dalam kegiatan sehari hati.Â
Laksmi akhirnya berkunjung ke toko obat atau apotik untuk membeli pembalut wanita. Namun harganya begitu mahal. 55 Ruppee untuk sebungkus yang berisi 10. Ini mahal sekali bagi kantongnya yang hanya seorang pengrajin besi di bengkel.