Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengapa Semua Harus "Di-handle" Wiranto?

4 Oktober 2019   20:47 Diperbarui: 11 Oktober 2019   21:31 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menko Polhukam Wiranto (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/pd. )

Dalam hal pengelolaan Data dan Informasi Pengungsi, kegiatan ini meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian, diseminasi serta pelaporan data dan informasi pengungsi. Artinya, data yang adapun perlu terpilah berdasar jenis kelamin, usia dan status serta kondisinya.

Perlindungan pengungsi sendiri meliputi kegiatan yang bertujuan untuk memberikan keselamatan, martabat dan hak asasi korban bencana dengan memperhatikan hak asasi paling dasar dalam layanan kemanusiaan.

Di samping pengumpulan data dan perlindungan pengungsi, negara memiliki peran untuk memberdayakan pengungsi. Peraturan di atas mencakup  pemberdayaan pengungsi sebagai serangkaian kegiatan yang melibatkan pengungsi untuk membangun diri dan lingkungannya secara mandiri melalui pemberian sumberdaya, kesempatan memberikan masukan dalam pengambilan keputusan, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan.

Apa yang Sering Kita Lupakan dan Abai Ketika Terjadi Bencana?
Berbagai studi, disamping pengalaman pribadi maupun observasi yang saya lakukan atas dampak bencana pada kehidupan warga terdampak, menunjukkan beberapa hal yang penting untuk diperhatikan. 

Pendidikan. Sulitnya akses anak anak pengungsi pada layanan pendidikan. Banyak fasilitas pendidikan rusak dan tidak bisa dipergunakan lagi. Pembangunan kembali atau rehabilitasi atas banguna sekolah yang rusak biasanya memerlukan waktu. Pengalaman pada apa yang dialami penyintas gempa Lombok menunjukkan diperlukannya waktu sekitar 6 bulan untuk memperbaiki kembali sekolah sekolah yang rusak.

Gizi pengungsi. Stop makan mie instan terus. Ini susah sekali. Sumbangan dari berbagai negeri dikirim dalam bentuk mie instan. Pengungsipun senang karena mereka memikirkan cadangan pangan. Aduh mak, gizi warga pengungsi jadi repot. banyak kasus bayi kegemukan, namun gizi tak ada. Ini ada pula dalam studi kami.

Perempuan dan Anak. Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling terancam kematian dan paling menderita ketika terjadi bencana. Studi bencana di berbagai wilayah Indonesia dan dunia mennjukkan bahwa ni menjadi bagian dari laporan BNPB pada Jumat, 29 Maret 2019 yang lalu. Kumpulan 60-70% korban bencana Tsunami adalah perempuan dan anak-anak serta orang lanjut usia.

Perempuan dan anak anak berisiko meninggal 14x lebih besar dari pria dewasa pada saat terjadinya bencana. Pembelajaran di Indonesia, 60-70% korban bencana adalah wanita dan anak-anak serta orang lanjut usia.

Pada bencana Cylone di Bangladesh tahun 1991, total korban 14.000 (90% perempuan). Pada badai Katrina di US, sebagaian besar korban adalah ibu-ibu Afro-American beserta anak-anaknya. Ini menjadi bagian dari BNPB (BNPB, 29 Maret, 2019).

Pengalaman dan studi yang kami lakukan terkait bencana Tsunami Aceh 2004 dan juga studi bersama rekan rekan Gema Alam NTB di Lombok 2018 menunjukkan bahwa relawan yang membantu layanan kesehatan pada umumnya hadir sesekali dan dalam waktu yang pendek.

Sementara kebutuhan layanan kesehatan ibu dan anak hampir dipastikan meningkat bersama berjalannya waktu di pengungsian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun