Sayangnya, ketiga sahabat Jose meninggal sebelum tampil. Mereka jadi korban bom gereja dan penembakan masjid.Â
 Jose sedih sekali. Dia tak mengerti, mengapa orang dewasa suka sekali bertengkar dan sulit menerima perbedaan. Dia pun menulis surat-surat untuk Malaikat Izrail. Surat-surat itu diikatkannya pada balon, dan diterbangkan ke langit. Yang lebih menyedihkan, Jose bahkan trauma untuk melakukan sholat karena ingat para sahabatnya.Â
 Adalah sang bapak, Ayah Calvin, yang mendampingi Jose dan menguatkan hati anaknya.Â
Jose rela melepas kepergian sahabat sahabatnya setelah ia bermimpi bertemu para sahabatnya. Jose makin memberi perhatian kepada anak anak berkebutuhan khusus.Â
 Jose pada dasarnya anak berbakat yang pintar. Selain menjadi juara menyanyi, ia juga juara kelas. Semua prestasinya ia dedikasikan kepada ayah Calvin dan para sahabatnya.Â
Hari ini, buku Mbak Maurin telah siap untuk bisa dibeli masyarakat. Juga abda bisa mendapatkannya. Sebuah penerbit telah setuju untuk bekerja sama, dan mendukung Mbak Maurin.
Perjalanan untuk mendapatkan penerbit ini tidak mulus begitu saja. Kami berdua sempat mengupayakan untuk mendekati lembaga nirlaba, mengingat misi novel Mbak Maurin memang untuk mendorong semangat perdamaian dan anti rasial.
Syukurlah, setelah beberapa kali upaya, Mbak Maurin menginformasikan bahwa ia telah mendapatkan penerbit.Â
Hari hari selanjutnya merupakan hari hari negosiasi Mbak  Maurin dengan editor dan penerbitnya. Saya sebut negosiasi karena tidak semua saran editor sesuai dengan  keinginan hati Mbak Maurin.
Namun, pada akhirnya, novel selesai di'lay out'. Buku siap dipesan. Pembeli buku akan pula mendapat hadiah dan 'merchandise' yang lucu dan menarik. Ini tentu membuat Mbak Maurin senang.