Perusahaan asing juga melakukan penyuapan pejabat untuk menghalalkan perbuatannya. Sayangnya, masyarakat luas sudah kadung percaya seakan masyarakat asli Kalimantan dan Sumatera yang masih mempraktekkan pembakaran hutan untuk menjalankan metode ladang berpindah yang tradisional. Ini tidak adil.
Di seluruh dunia, para pengelola lahan -- mulai dari petani kecil, menengah hingga perusahaan besar -- jmenggunakan metode pembersiahan lahan dengan cara membakar hutan. Pembakaran dipercaya bisa meningkatkan kesuburan tanah, menurunkan salinitas, mencegah hama, dan meningkatkan nilai lahan di pasar lahan lokal karena telah siap tanam.
Namun demikian, sebenarnya alasan utama dari metode ini adalah karena biayanya yang relative murah bagi perusahaan. Menurut ilmuwan CIFOR, Herry Purnomo, dalam konteks Indonesia, pembakaran hanya menelan biaya sekitar 20 dolar AS per hektare, sementara metode lain menelan biaya sekitar 400 dolar AS per hektare. Alasan relative murahnya menggunakan metode pembakaran sering dijajarkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk aspek pembebasan tanah dan tenurial.
Pemerintah dilaporkan telah mengerahkan setidaknya 9.000 personel gabungan dan 42 helikopter untuk mengatasi karhutla yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan yang terjadi pada bulan Agustus dan Sseptember ini. Dukungan TNI AU dengan pengerahan C-130, CN 295 pun telah dilakukan. Tapi toh kebakaran terus terjadi. Masyarakat Kalimantan dan Sumatera menjalani hidup yang tidak normal. Penerbangan terganggu. Kesehatan keluarga, khususnya anak anak terganggu. Persoalan ISPA melanda.
Memalukan sekali kejadian ini.
Sudah jelas bahwa jumlah hutan kita makin berkurang. KPK bisa memberikan rekomendasi terkait langkah pencegahan korupsi dalam tata kelola sektor kehutanan. Juga, KPK bisa melakukan penindakan.Â
Karhutla terjadi di sejumlah daerah di Indonesia pada musim kemarau tahun ini. Daerah-daerah terjadi karhutla di antaranya Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Di Palangkaraya nampak titik kebakaran hutan berada dekat dengan pemukiman warga. Di Pontianak, asap membuat jarak pandang menjadi 100 hingga 200 meter.
Tentu saja persoalan kesehatan dan keamanan menjadi kekuatiran warga masyarakat. Presiden Joko Widodo menyatakan malu asap karhutla sampai masuk ke negara tetangga. Bahkan sampai menjadi berita utama media massa di sana.
Saya kira kekuatiran harus melewati rasa malu. Ini malu dan mengerikan. Suatu saat pemerintah Indonesia bisa mendapat tuntutan dari negara tetangga dan juga perusahaan swasta yang bisisnya rugi karena terhambat persoalan asap hutan kebakaran kita. Belum lagi soal kerugian ekonomi, sosial, lingkungan dan kesehatan.