Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gambaran Hantu Perempuan: Tidakkah Mereka Gentayangan Lantaran Jadi Korban Kekerasan?

6 September 2019   15:36 Diperbarui: 10 September 2019   17:57 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Shutterstock

Hantu dan Konteks Lokal
Ketika kita berbicara soal hantu, kita biasanya berbicara soal cerita sejarah, legenda, memori, harapan, bayangan serta emosi tentang kehidupan setelah mati. 

Dan, apa yang menjadi cerita sejarah dan legenda terkait hantu orang Jawa bisa jadi berbeda dengan hantu orang Batak. Artinya, saya sebagai orang Jawa bisa jadi tak takut dengan hantu orang Batak seperti Beguganjang, Homang dan Begulambak yang Pak Prof Felix Tani kisahkan di sini. Pada saat yang sama, Pak Profesor Felix Tani mungkin juga tak menganggap perlu takut pada hantu hantu orang Jawa seperti Tuyul, Kuntilanak dan hantu Jawa yang lain.

Juga, bisa jadi tidak semua orang Batak di masa kini takut pada 3 hantu yang Prof Felix sebut itu. 

Jadi, tampaknya hantu memasukkan emosi yang ada dalam lini waktu (masa lalu dan kini serta ke depan) dan ruang tertentu, baik itu ruang dan konteks sosial budaya dan fisik tertentu, dan bisa jadi dalam teknologi tertentu. 

Hal tersebut di atas konsisten dengan "The 'Host' and 'Ghost': 'Who' Haunts a Place and Why is it Significant?", yang ditulis oleh John Sabol.

"Hantu merupakan topografi akan memori atau ingatan yang penting yang merefleksikan fitur budaya tertentu serta konteks sejarahnya sebagai manifestasi dari peta sinkronik (cara berpikir dalam mempelajari struktur sejarah dalam waktu tertentu) dan diakronik (berpikir secara kronologis dalam batasan ruang) sosial yang ada. Juga, hantu itu tidak selalu berhubungan dengan lokasi tetapi lebih dekat dengan memori dan sejarah" (John Sabol).

John Sabol juga berpendapat bahwa beberapa hantu bahkan dinamis untuk bereaksi secara sosial dalam lini masa yang berbeda, di dalam sejarah, masa lalu, masa kini dan masa depan. 

Tuyul, misalnya, bukan hanya dianggap hantu masa lalu tetapi juga hantu yang ada pada lini masa modern. Orang zaman now masih percaya ada tuyul. 

Sementara, kaum milenial mungkin memiliki gambaran akan hantu yang berbeda karena mereka menonton media dan film yang berbeda dengan kaum pendahulunya. Juga, mereka lebih menghayati'Halloween' dari pada generasi sebelumnya. 

Namun, dalam beberapa hal, hantu sering dikaitkan dengan hal hal berhubungan dengan kematian yang tidak wajar, pembunuhan, maupun suatu fenomena menakutkan lain.

Tidak jarang kita melihat film, penampakan hantu dalam konteks budaya Eropa begitu berbeda dengan konteks budaya Jawa, misalnya. Bukan hanya pada baju dan penampakan fisik lain, tetapi juga berbeda dari sisi sosial budaya dan dari mana hantu itu berasal.

Kisah Pirate of the Caribbean mungkin merupakan cerita hantu yang fenomenal. Ia punya latar belakang hantu yang advonturir, eksplorasi wilayah kekuasaan, dan bahkan perampokan harta karun, dan ini berbeda dengan hantu Jepang Yurei adalah cerita rakyat Jepang yang punya analogi dengan cerita hantu barat.

Hantu Jawa dalam Perspektif Gender 
Ketika kita mendengar cerita soal hantu, bukankah pertanyaan yang kita sering lemparkan pertama kali adalah "Hantunya perempuan atau laki laki?"Artinya, jenis kelamin hantu itu seakan menjadi penting karena kita membayankan bentuk dan apa yag dilakukan. 

Kebetulan, Prof Felix Tani membawa cerita hantu yang maskulin dalam budaya Batak. Sementara, Sriwintala Ahmad menuliskan tentang dua hantu perempuan di sekolah di tautan di sini. Tentu akan banyak lagi referensi soal hantu yang lain yang ditulis oleh Kompasianer lain.

Baiklah, kita coba membincang hantu dari kacamata gender, khususnya dalam konteks budaya Jawa.

Sebetulnya, saya tidak banyak menemukan jenis hantu Jawa dengan jenis kelamin laki laki. Beberapa yang bisa saya sebut adalah Tuyul dan Jerangkong serta Gendruwo.

Dari kisahnya, Tuyul sering disebut sebagai hantu yang dahulunya adalah anak anak korban kekerasan pengguguran kandungan dan korban sihir jahat atau ilmu hitam. Penampakkannya pendek, kulitnya berwarna abu abu dan matanya merah besar. Tuyul dikonotasikan sebagai pencuri harta, utamanya uang.

Sementara, Jerangkong dipercaya berasal dari orang yang ketika masa hidupnya adalah merampok dan menggunakan hak orang lain. Mirip koruptorlah. Jerangkong sering digambarkan mencuri telur di kandang ayam. Cangkang telur masih ada tetapi isinya raib.

Baik Tuyul dan Jerangkong dianggap sebagai hantu yang bisa muncul di perkotaan dan perdesaan, dan konteks urban sering lebih kuat dan digambarkan memiliki skala yang lebih luas dan beragam atas jumlah materi yang dicuri. 

Terdapat pula Gendruwo. Legenda Gendruwo ini dipercaya meneruskan legenda mitos Persia. Mereka adalah arwah orang yang meninggal dengan cara yang mengerikan yang kembali ke kehidupan. Mereka berbentuk besar dan menakutkan seperti monster. Kadang ia adalah laki laki yang merayu perempuan. Di lain waktu ia menyerupai suami yang sedang bepergian dan mengganggu istri. Ia dipercaya hidup di tempat 'basah' seperti pinggir sungai, rawa dan di rumah tua serta pepohonan dan hutan lebat.

Sementara itu, hantu perempuan di Jawa lebih bervariasi. Kita kenal beberapa di antaranya adalah Kuntilanak, Sundel Bolong, Wewe Gombel, Suster Ngesot dan Si Manis Jembatan Ancol.

Adalah menarik (dan ngeri) melihat bahwa latar belakang sejarah dari para hantu perempuan itu bekaitan dengan perempuan yang baik tapi alami kekerasan terhadap perempuan. Coba kita catat sejarah mereka.

Kuntilanak dinarasikan sebagai perempuan yang meninggal karena mengandung dan sang bayi tetap lahir ketika sang ibu meninggal. Sering Kuntilanak dianggap menghantui ibu yang hamil untuk mencuri bayi yang ia kira adalah anaknya.

Sundel bolong adalah seorang perempuan yang diperkosa ketika ia hamil dan meninggal ketika melahirkan bayinya. Sundel Bolong menghantui laki laki yang berjalan sendirian di malam hari.

Juga Wewe Gombel digambarkan dan dinarasikan sebagai perempuan yang dikhianati suaminya yang selingkuh. Si perempuan kemudian meninggal dan menghantui laki laki, termasuk anak laki laki. Bentuk dari Wewe Gombel adalah perempuan dengan payudara besar dan panjang serta kuku panjang tajam.

Si Manis Jembatan Ancol dianggap sebagai hantu yang ada di Ancol, Jakarta Utara. Ia seotang ibu muda yang diperkosa dan dibunuh oleh suaminya sendiri.

Sementara Suster Ngesot digambarkan sebagai hantu yang awalnya ada di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ia digambarkan sebagai suster cantik yang bekerja malam dan hanya bertemu dokter. Namun, sang dokter memperkosanya dan membunuh dengan sadis suster tersebut, dan bahkan kakinya dimutilasi. Suster tersebut dikuburkan di laboratorium tempat ia bekejra. Suster ini menghantui dengan cara jalan ngesot.

Kisah Suster Ngesot berkembang berbeda. Di Jawa Barat, terdapat legenda suster cantik keturunan Belanda bernama Suster Nora yang bekerja di panti jompo. Ia mempunyai kemampuan gaib dan membunuh penghuni panti. Suster Nora akhirnya dikeroyok warga dan kakinya hancur. Itulah makanya suster Nora menghantui dengan cara jalan ngesot.

Di SMA Negeri 1 Semarang, hantu Suster Ngesot yang adalah suster Belanda serta hantu perempuan berambut merah yang bermain music di ruang ruang kelas di jwaktu malam sering dibincang.

Ada kepercayaan bahwa hantu hantu itu mengganggu karena ada urusan yang 'belum selesai'.

Dalam film Indonesia, hantu perempuan dianggap 'lebih menjual'. Penelitian Lokadata Beritagar.id mendata 15 film horir terlaris di Indonesia sejak 2007 sampai 2017 menggunakan tokoh perempuan. Sementara itu, dari film yang diteliti terdapat pemunculan 55 hantu perempuan dalam 50 film horor. Penampilan hantu itu pada umumnya perempuan berambut panjang dengan baju warna putih.

Hantu Laki Laki Sang Pencuri dan Hantu Perempuan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan

Fenomena hantu Jawa yang cenderung sebagai pengganggu dalam kaitannya pencurian, perampokan dan pengkhianatan dan kebendaam adalah menarik bila dihubungkan dengan tingkat korupsi di negeri ini. Jadi ingat sulitnya kerja KPK, kan? Duh...

Sementar itu, bila kita lihat legenda hantu perempuan yang ada di Jawa atau Indonesia, kita melihat banyak kisah kekerasan terhadap perempuan ada di sana. Ini dimulai dari Kuntilanak yang meninggal karena buruknya akses kesehatan untuk membuat ia melahirkan dengan selamat adalah salah satu contoh kekerasan terhadap perempuan, dari kacamata gender.

Kuntilanak melegenda, sementara isu kurangnya akses perempuan pada kesehatan reproduksi dan melahirkan sampai saat ini masih ada. 

Status Indonesia yang mencatat Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) pada tahun 2015 adalah 305 kasus kematian per 100.000 orang hamil melahirkan. Angka ini tinggi, tertinggi di Asia Tenggara. Apalagi bila kita menilik Papua dan NTT, angka itu lebih tinggi lagi. Di Papua, dicatat sekitar 1000 ibu meninggal dari 100.000 yang hamil dan melahirkan. Sayangnya, pencatatan kita atas AKI memang hanya bisa duperbarui setiap 5 sampai 10 tahun sekali saja. 

Di negara Asia dan Pasifik, AKI rata rata adalah 127 pada 100,000 kelahiran hidup, sementara di negara maju adalah 12 per 100.000 kelahiran hidup.

Ini sebetulnya coreng di wajah Indonesia karena belum bisa membuat ibu aman melahirkan. Persoalan kematian ibu melahirkan pada umumnya karena pendarahan setelah melahirkan (30,3%) dan karena eklamsia (27,1%).

Sementara itu, hantu yang merupakan perempuan korban kekerasan perempuan seperti Si Manis Jembatan Ancol dan Suster Ngesot serta Sundel Bolong dan Wewe Gombel memang juga relevan di dalam konteks Indonesia. Kasus kekerasan Terhadap Perempuan dan Kekerasan Seksual terus meningkat. Pendataan masih terbatas.

Data dari kasus yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan saja menunjukkan terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2018. Angka ini naik dibandingkan dengan kasus pada tahun 2017 yaitu 348.466). Lihat pula angka perkosaan yang dilaporkan sejumlah 808 kasus di tahun 2018. Ini adalah fenomena gunung es. Masih banyak kasus yang disembunyikan dan tidak dilaporkan karena banyak alasan, termasuk tabu dan normatif serta takut akan ancaman. 

Jadi, untuk konteks Jawa, atau sebagian yang ada di Indonesia, karena Jawa sendiri menempati sekitar lebih dari 60% sosial budaya Indonesia, hantu perempuan memiliki cerita dan konteks dalam sejarah maupun masih relevan dengan isu masa kini. Ini sebetulnya mengerikan. Artinya, kita masih punya hantu di masa kini. Korupsi, diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan, dan kekerasan seksual adalah hantu kita. 

Bahkan perundangan untuk isu di atas juga dihantui. Dihantui untuk dilemahkan atau ditolak keberadaannya karena dihindari dalam alam nyata. 

*) Ditulis dalam galau pada situasi KPK yang Undang undanganya sedang diutak utik DPR, tingginya kasus kekerasan seksual, dan kekenyangan setelah sarapan jelang pertemuan berikutnya

Pustaka: Satu, Dua, Tiga 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun