Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gambaran Hantu Perempuan: Tidakkah Mereka Gentayangan Lantaran Jadi Korban Kekerasan?

6 September 2019   15:36 Diperbarui: 10 September 2019   17:57 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Shutterstock

Kuntilanak melegenda, sementara isu kurangnya akses perempuan pada kesehatan reproduksi dan melahirkan sampai saat ini masih ada. 

Status Indonesia yang mencatat Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) pada tahun 2015 adalah 305 kasus kematian per 100.000 orang hamil melahirkan. Angka ini tinggi, tertinggi di Asia Tenggara. Apalagi bila kita menilik Papua dan NTT, angka itu lebih tinggi lagi. Di Papua, dicatat sekitar 1000 ibu meninggal dari 100.000 yang hamil dan melahirkan. Sayangnya, pencatatan kita atas AKI memang hanya bisa duperbarui setiap 5 sampai 10 tahun sekali saja. 

Di negara Asia dan Pasifik, AKI rata rata adalah 127 pada 100,000 kelahiran hidup, sementara di negara maju adalah 12 per 100.000 kelahiran hidup.

Ini sebetulnya coreng di wajah Indonesia karena belum bisa membuat ibu aman melahirkan. Persoalan kematian ibu melahirkan pada umumnya karena pendarahan setelah melahirkan (30,3%) dan karena eklamsia (27,1%).

Sementara itu, hantu yang merupakan perempuan korban kekerasan perempuan seperti Si Manis Jembatan Ancol dan Suster Ngesot serta Sundel Bolong dan Wewe Gombel memang juga relevan di dalam konteks Indonesia. Kasus kekerasan Terhadap Perempuan dan Kekerasan Seksual terus meningkat. Pendataan masih terbatas.

Data dari kasus yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan saja menunjukkan terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2018. Angka ini naik dibandingkan dengan kasus pada tahun 2017 yaitu 348.466). Lihat pula angka perkosaan yang dilaporkan sejumlah 808 kasus di tahun 2018. Ini adalah fenomena gunung es. Masih banyak kasus yang disembunyikan dan tidak dilaporkan karena banyak alasan, termasuk tabu dan normatif serta takut akan ancaman. 

Jadi, untuk konteks Jawa, atau sebagian yang ada di Indonesia, karena Jawa sendiri menempati sekitar lebih dari 60% sosial budaya Indonesia, hantu perempuan memiliki cerita dan konteks dalam sejarah maupun masih relevan dengan isu masa kini. Ini sebetulnya mengerikan. Artinya, kita masih punya hantu di masa kini. Korupsi, diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan, dan kekerasan seksual adalah hantu kita. 

Bahkan perundangan untuk isu di atas juga dihantui. Dihantui untuk dilemahkan atau ditolak keberadaannya karena dihindari dalam alam nyata. 

*) Ditulis dalam galau pada situasi KPK yang Undang undanganya sedang diutak utik DPR, tingginya kasus kekerasan seksual, dan kekenyangan setelah sarapan jelang pertemuan berikutnya

Pustaka: Satu, Dua, Tiga 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun