Cikini ke Gondangdia.Â
Cikini ke Gondangdia
Ku jadi begini gara-gara dia...
Itu adalah potongan lagu Cikini Gondangdia yang kita sering dengar bila kita rayakan hari ulang tahun Jakarta.Â
Sejak dulu Menteng dan Cikini adalah wilayah yang menyenangkan di Jakarta Pusat. Wilayah ini relatif bebas macet dan memberi banyak hiburan budaya. Rumah tua, warung klasik, pepohonan rindang, dan trotoar indah yang nyaman untuk berjalan kaki.
Beberapa kawan kerja menyukai bertemu di area Cikini. Kami bisa nongkrong berlama lama di beberapa pilihan warung kopi dengan panganan jadul dan klasik di sana. Plus, kawan kawan bisa menggunakan moda transportasi dan berhenti di setasiun Cikini Gondangdia. Intinya, ideal. Itu dulu.
Telah selama sebulan ini, saya menjadi salah satu yang termasuk mereka yang menggerundel atau mengomel soal kemacetan di Cikini akibat revitalisasi trotoar Cikini.
Memang Pak Gubernur Anies mengatakan bahwa ini adalah "growing pains", sakit yang akan menyehatkan.Â
Media menuliskan bahwa banyak aktivis mendukung rencana pelebaran trotoar karena pejalan kaki selama ini telah banyak terdzolimi. Namun demikian, beberapa pihak lain, seperti Kepala Divisi Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean yang mengkritik pelebaran trotoar di Cikini itu sebagai tidak menyelesaikan masalah. Persoalan macet malah mengemuka. Soal lebar trotoar yang sudah 1,5 meter juga ia nilai semestinya sudah memadai. Perbaikan dan menambah keindahan trotoar yang harus dilakukan, demikian katanya.
Pihak Bina Marga merilis video melalui saluran Youtube tentang revitalisasi trotoar wilayah Cikini. Revitalisasi trotoar terfokus pada sejumlah area yakni Cikini coffee shop, SMPN 1 Jakarta, Stasiun Cikini, Taman Proklamator, Taman Kramat Raya, dan Halte PMI.
Revitalisasi ini akan mencakup pembangunan 100 meter jalur trotoar ekspresi kreativitas, citra baru plaza Taman Ismail Marzuki, dan selanjutnya akan terdapat koneksi komuter menuju moda transportasi di Stasiun Cikini. Ideal sekali.Â
Dijadwalkan trotoar akan selesai pada bulan Desember 2019.
Saya pribadi setuju bila trotoar tempat masyarakat pejalan kaki dilebarkan. Ini menjadikan pejalan kaki menjadi warga yang setara.Â
Berbagai studi tentang pembangunan area jalan kaki di kota besar di dunia memang menjanjikan kenyamanan bagi warganya. Ini tentu juga disertai situasi dan lingkungan keamanan sehingga warga tidak merasa takut berjalan kaki.
Hal lain yang dituntut suatu kota agar menjadi kota yang nyaman bagi pejalan kaki adalah tata kota yang juga difasilitasi transportasi kota yang ramah lingkungan. Artinya, jumlah mobil perlu dibatasi, sementara infrastruktur kota juga memadai untuk menjamin tersedianya transportasi masal.
Kualitas udara Jakarta tentu harus diperbaiki. Belakangan, laporan menunjukkan bahwa kualitas udara Jakarta menurun dan menjadi sangat buruk. Data pada Kamis 25 Juli 2019, misalnya menunjukkan bahwa AirVisual menunjukkan air quality index (AQI) DKI Jakarta lebih parah dari hari sebelumnya Rabu (24/7) yaitu mencapai nilai 170. Hingga pukul 09.30 WIB, AQI di Jakarta menunjukkan nilai sebesar 158. Nilai tersebut menujukkan udara di Jakarta dikategorikan tidak sehat (Detik.com).Â
Idealnya, kota yang memungkinkan masyarakat pejalan kaki berjalan aman dan nyaman akan tumbuh menjadi area yang subur untuk pebisnis pula. Ini menjadi pengalaman beberapa kota besar dunia. Di San Francisco, nilai rumah dan bangunan yang berada pada area pejalan kaki nilainya menjadi meningkat. "Streetscape enhancements add value to an area and are associated with higher rents and the attraction of new businesses. In addition there is good evidence to show that improving walking and cycling environments raises private property values by significant amounts" (strongtown.org).
Memang, di luar cita cita yang baik itu, terdapat beberapa hal yang kemudian menjadi keluhan masyarakat Jakarta.
Pertama, pembangunan dua sisi trotoar, baik sisi kanan dan kiri, dilakukan secara bersamaan. Ini membuat jalan mendadak sempit dan juga dipenuhi bahan bangunan sehingga trotoarpun sama sekali tidak berfungsi selama proses pembangunan.
Kedua, pejalan kaki mengalami kesulitan berjalan kaki di sepanjang jalan Cikini, karena banyaknya lubang yang terjadi dalam pembangunan trotoar, pejalan kuatir akan terperosok. Juga area pembangunan ditutup seng seng. Tentu tak mungkin kita berjalan, meski kita mencoba. Baik bagian kanan dan kiri jalan saat ini berantakan. Artinya, selama pembangunan yang 7 bulan ini, jalan Cikini memang tidak dapat dilalui.
Ketiga, dan ini yang saya paling kesal adalah rusaknya seni trotoar yang saya suka dan ada di depan Bakoel Koffie dan Kafe Dua Nyonya. Itu adalah dua kafe yang saya dan kawan kawan kerja sering janjian bertemu, karena alasan romantisme. Cikini sebagai kota tua dan minuman kopi serta menu wedang dan kue jadul yang enak. Juga, harga makanan dan minuman cukup ramah dengan kantong pekerja.
Seni Trotoar yang Keren Kini RusakÂ
Sebagai obyek wisata Jakarta, kita tidak hanya mempunyai Taman Ismail Marzuki tetapi beberapa hal lain. Setiap sore, kita akan menyaksikan tontonan Ondel Ondel yang melewati Jalan Cikini. Juga setiap pagi kita akan menemukan arti jadul Tan Ek Tjoan yang terkenal dengan roti gambangnya atau sering disebut ganjel rel.Â
Bubur Cikini atau Burcik juga legendaris. Di sini juga terdapat sekolah Perguruan Cikini atau Percik yaitu sekolah anak anak orang kaya zaman dulu.
Warung yang ada di sepanjang Jalan Cikini juga adalah bangunan kuno yang dibuat sekitar tahun 1940-1950an. Bakoel Koffie adalah kafe modern pertama di Jakarta.Â
Adanya seni trotoar yang dibangun pada 2015 tentu menjadikannya lebih berseni dan indah.Â
Beberapa kota dunia seperti Arnhem juga merawat seni trotoar dengan baik. Mengapa kita malah merusaknya?Â
Saat ini seni trotoar Cikini rusak. Trotoar telah berganti dengan batu batu bergeronjalan karena dibongkar. Area yang ada di depan Bakoel Koffie belum rampung, sementara area seberangnya yang berdekatan dengan Menteng Huise dibangun dengan tidak istimewa. Sangat berbeda dengan desain mural yang telah dibuat pada 2015.
Pembangunan trotoar Cikini sendiri didanai dari APBD sebanyak Rp 55 miliar. Sebagai warga DKI tentu hal seperti ini membuat mata saya terbelalak.
Sebetulnya, revitalisasi ini baik, apalagi dinding di beberapa wilayah Cikini dan Kali Pasir telah menjadi mural. Ini akan membuat Cikini lebih berseni.Â
Masalah terbesarnya adalah pada perencanaan dan penjadwalannya yang membuat banyak aktivitas masyarakat berubah atau bahkan terhenti. Yang jelas, revitalisasi ini akan membuat kegiatan berjalan kaki di seputaran Cikini jadi sulit dilakukan selama hampir 7 bulan lamanya. Ini belum dihitung dari terganggunya penjual makanan yang ada di sepanjang jalan itu.
Tentu seni trotoar itu akan dirindukan. Apalagi bila Pemda tak mampu mengembalikan nilai seni yang telah ada.Â
Cikini di Gondangdia.
Boleh tak boleh dibawa saja.Â
Pustaka: 1) Breakfast at bakoel koffie cikini; 2) CIkini; 3) Cikini macet; 4) Revitalisasi Trotoar Cikini Selesai Desember 2019; 5) Street People; 6) Kota Pejalan Kaki Produktif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H