Ini memang benar. Di banyak wilayah kerja yang saya datangi, warung kopi adalah tempat paling mudah untuk mendapatkan pandangan masyarakat di sekitar desa dan warung kopi itu.
Orang tidak perlu merasa diwawancarai ketika duduk bersama sambil menikmati secangkir kopi dan berbicara tentang banyak hal. Mbak atau Mas penjual di warung kopi bisa juga menjadi nara sumber yang telah mengobservasi banyak pelanggannya.Â
Di malam hari, ketika masyarakat jaga malam atau ronda malam, kopi adalah teman setia. Satu termos kopi biasanya menemani pak Hansip dan bapak bapak yang bergantian jaga keamanan kampung.
Selain kopi dipercaya dapat membuat mata terjaga, kopi juga teman ngobrol setia.
Akulturasi Kopi Indonesia
Walau kopi ditanam masyarakat Kenya sejak 3000 tahun yang lalu, Kopi masuk ke Nusantara bersama penjajah Belanda di abad 17. Wilayah Jawa, khususnya Jawa Barat adalah area yang paling banyak ditanam kopi. Tentu saja, warga pribumi adalah buruh perkebunan kopi itu.
Bahkan di wilayah Sumatera Barat dikenal kopi tangkai. Karena biji kopi adalah konsumsi penjajah, para pribumi minum kopi dari bahan tangkai kopi. Ironis?Â
Kerusakan kebun kopi yang diakibatkan oleh hama, menjadikan Belanda mencari varietas baru yang tahan hama. Dalam perkembangannya, perkebunan itu dibubarkan, dan akhirnya masyarakat membuka sendiri kebun kebun kopi di sekitar tempat tinggalnya.
Perkembangan jaman merubah tampilan dan penyajian kopi. Cafe kopi pertama di Jakarta adalah Bakoel Koffie di area Cikini Raya. Yang menarik. Bakoel Koffie sering dipakai sebagai tempat para aktivis bertemu dan membuat janji.
Indonesia menjadi negara pengeksport terbesar nomor empat di dunia, setelah Kolumbia, Venezuela dan Vietnam. Di tahun 2012, nilai ekpor kopi kita, pada umumnya Arabica, mencapai US $ 1,5 milyar.
Namun demikian, produktivitas kopi di Indonesia masih rendah, yaitu hanya sebesar 7 karung per hektar, dibandingkan dengan Vietnam sebanyak 4o karung per hektar, India sebesar 13 karung per hektar dan Ethiopia sebesar 10 karung per hektar.Â