Anggota Keluarga Lanjut Usia -- Suatu Realita
Di usianya yang ke 83 tahun, ibu saya masih melakukan hampir semua kegiatan di rumahnya di Jakarta. Ini termasuk membersihkan rumah, memasak, mencuci baju dan mengurus taman. Ia dibantu oleh asisten rumah tangga yang hadir hanya setiap 2 jam dalam sehari. Ia adalah kepala rumah tangga.
Semua itu karena kemauannya. Ia tidak hendak tinggal dengan salah satu dari kami, anak anaknya. Kadang kadang serba salah untuk mendapat komentar keluarga besar. Seakan kami tak perduli padanya. Namun, intinya, ia ingin mandiri.Â
Di bulan April yang lalu, saya dan kakak dan adik yang semuanya perempuan sengaja menyisihkan waktu untuk mengajak ibu saya berlibur ke Surabaya, kota kelahiran ibu saya.Â
Maka, jadilah, kami tiga perempuan bersaudara yang berasal dari tiga kota berbeda mengambil cuti dan bersama sama ke Surabaya. Sangat manis, karena ini adalah kali pertama bisa melakukannya, di luar pertemuan di saat Lebaran dan Natal.
Di Surabayapun, kami sengaja memilih hotel favorit ibu saya di jalan Basuki Rahmat. Hotel dengan ruang yang memadai, alas seprei dan bantal serba putih bersih, ruang lobi penuh bunga dengan wangi daun sereh, sarapan menu yang ia suka, serta kebun luas adalah tempat yang Ibu saya sangat suka.
Meski nampak lelah dan berdamai untuk menggunakan kursi roda, Ibu saya terlihat gembira. Bahkan, rencana perjalanan kami atur ulang. Ibu saya ingin sekali memiliki pengalaman naik Kereta Api yang nyaman, yang ia sering baca di melalui unggahan kawannya di facebook.Â
Maka ketika kami akhirnya melakukan perjalanan dengan Kereta Api dari Surabaya -- Semarang, Ibu saya bergembira dan menyediakan waktu ekstra untuk berlibur di Semarang. Â Ia berkomentar sangat positif tentang Kereta Api Indonesia.Â
Nyaman, moderen, dan WC nya yang bersih. Itu komentarnya. Ketepatan waktu tiba di kota tujuan juga menjadi acungan jempolnya. Ibupun memutuskan memperlama tinggal di Semarang dengan adik saya.
Namun, kebahagiaan kami dengan antusiasme ibu di Semarang buyar ketika pada suatu pagi, sekitar jam 5.00 adik saya menelpon dan memberitahukan bahwa ibu saya terjatuh di kamar mandi dan alami patah tulang bonggol pinggang.Â
Ibu sayapun segera dibawa ke Rumah Sakit di Semarang. Saran dokter adalah dilakukan bedah penggantian tulang bonggol pinggulnya. Operasi dilakukan dan sukses.
Namun, perawatan di Rumah Sakit itu rupanya bukan hanya satu-satunya. Dalam dua bulan terakhir, Ibu saya terpaksa dirawat tiga kali di Rumah Sakit di Semarang. Bahkan, kami rayakan lebaran hari kedua di Rumah Sakit.Â