Vietnam memberhentikan izin perusahaan yang baru saja mendapat lisensi untuk mengimpor sampah plastik. Ini memang harus tegas.Â
Â
Maukah Indonesia Disebut " Negeri Sampah yang Tanpa Daya?"
Cina sudah sejak 2013 membuat aturan dan kesepakatan dalam the World Trade Organization (WTO) menjadi efektif pada Maret 2018.Â
Adanya pengetatan aturan di Cina dan beberapa negara di ASEAN tentu menekan Indonesia untuk menerima lebih banyak sampah plastik. Penjualan yang "menyerang" Indonesia tentu terjadi dengan harga-harga yang bersaing.
Impor sampah plastik Indonesia terus bertambah. Bila pada 2013, kita mengimpor 124.433 ton pada 2013, maka pada 2018 Indonesia sudah mengimpor 283,152 ton sampah plastik dan kertas, atau naik 141%.Â
Sementara, ekspor sampah plastik kita hanya 98.450 ton pada 2018. Angka ini menunjukkan bahwa kita punya bonus sampah 52% atau sekitar 90.000 ton di negeri ini. Astaga! Banggakah kita?
Data statistik kita dan juga data PBB menunjukkan itu adalah rekor Indonesia dalam hal impor plastik selama 10 tahun terakhir.
PBB, yaitu pada United National Environmental Assembly 4 (UNEA 4) yang bertemu pada bulan Mei 2019 menyesalkan pernyataan Amerika dan menyebutkan sebagai suatu ironi ketika dalam konvensi itu wakil Amerika mengatakan bahwa produksi plastik bisa terus meningkat asalkan pengelolaan sampah diperbaiki secara progresif.Â
Ini betul-betul ironi bagi dunia karena Amerika adalah penghasil sampah plastik global terbesar dari suatu negara sejak 1988 sampai 2016.
Sampah-sampah di Indonesia tidak hanya mengapung di lautan Indonesia tetapi juga di sungai-sungai di Indonesia, khususnya di Jawa. Sungai Brantas, Serayu, Bengawan Solo dan Progo di Jawa adalah 4 dari 20 sungai paling terpolusi di dunia. Duh....masa mau juga berbangga dengan anugerah MURI untuk yang begini?