Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Subordinasi Perempuan Sade Dikekalkan Industri Wisata dan Nilai Patriarki

21 Mei 2019   17:23 Diperbarui: 22 Mei 2019   07:48 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papuq dalam rumah gelap (dokumentasi pribadi)

Mudah mudahan Pak Jokowi tidak meminta masyarakat Sade untuk melestarikan seluruh nilai nilai budaya, termasuk budaya yang memposisikan perempuan berada lebih rendah dair laki laki.  Perlu diseleksi mana budaya yang perlu dirubah dan mana yang dilanggengkan. 

Dari kunjungan pendek ke Sade, saya melihat betapa perempuan dalam posisi terbelakang. Tidak mengenyam pendidikan. Tidak bisa berbahasa Indonesia. Juga paparan sistem budaya yang sangat patriarki sangat merugikan perempua .  Perempuan perempuan benar benar tak berdaya. Mereka tak bisa melepaskan diri dari cengkeraman budaya setempat, dan bahkan malah dilestarikan untuk dijual sebagai komoditi pariwisata. 

Sebetulnya ini bisa dikatakan sebagai penjajahan dalam bentuk baru, atas nama pariwisata. Perempuan tunduk pada budaya. Pada adat. Dan industri wisata mengekalkan situasi. 

Nemek memintal (dokumentasi pribadi)
Nemek memintal (dokumentasi pribadi)
Saya juga temukan seorang Papuq (nenek) yang duduk dengan alat pintalnya di antara rumah di Sade. Ketika saya melakukan pencarian dengan 'google', wajah nenek ini ada di banyak website biro perjalanan yang menawarkan paket wisata ke Sade dan Lombok. Rupanya Papuq ini artis wisata. Ketika ditanya apakah dia masih menenun, tetangga yang hidup di dekat rumahnya menjawab untuk saya "cucunya yang menenun'. Sudah tua rupanya, dan nenek lebih menjadi bagian dari cagar budaya. Tetap sehat ya nenek.

Menjadikan suatu wilayah budaya dan adat sebagai obyek wisata adalah bukan suatu kesalahan. Namun, ketika terdapat pengekalan budaya yang merugikan masyarakat asli itu sendiri, hal ini perlu menjadi perhatian. 

Adalah suatu ironi bila perempuan perempuan di Sade 'dipaksa' untuk menerima situasi kurang berpendidikan, tingkat kesehatannya tak terjamin, harus menikah selagi anak anak, berada pada posisi tersub-ordinasi karena dipoligami dan tidak punya kemampuan dalam menentukan posisi tawar karena 'Merarik' adalah tidak adil. 

Untuk itu, pemerintah nasional dan pemerintah daerah perlu memilah mana yang bisa dipertahankan atas nama budaya dan mana yang perlu diperbaiki. Ini demi keadilan dan hak asasi manusia, hak asasi perempuan.

Pustaka : 1) Jokowi Kunjungi Sade; 2) Ketimpangan Gender di Sade

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun