Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Subordinasi Perempuan Sade Dikekalkan Industri Wisata dan Nilai Patriarki

21 Mei 2019   17:23 Diperbarui: 22 Mei 2019   07:48 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papuq dalam rumah gelap (dokumentasi pribadi)

Pernikahan sedarah ini khususnya dilakukan untuk memastikan keberlangsungan suku dan keaslian tradisi yang masih dianut. Sepupu perempan tidak dilamar, tapi dilarikan/diculik. Kawin culik ini yang kemudian dikenal sebagai Merarik. 

Terdapat argumentasi yang mengatakan bahwa Merarik meninggikan posisi perempuan karena niatannya mendudukkan perempuan pada posisi dihargai dan 'diculik' dengan heroisme kaum laki laki. Namun perlu dipahami bahwa dampak ketika kita menghirung untung rugi suatu budaya atau kebijakan, yang perlu diperhitungkan adalah dampaknya bagi perempuan, dan bukan pada niatannya. 

Mencari Kutu (dokumentasi pribadi)
Mencari Kutu (dokumentasi pribadi)
Bagi kalangan laki laki Sade, melakukan penculikan menimbulkan heroisme karena dianggap berani mengambil risiko. Oleh karenanya, Merarik mewakili simbol maskulinitas laki laki. Di lain pihak, terdapat kepasrahan perempuan yang menerima saja prosesi kawin culik ini. 

3. Poligami Biasa di Kalangan Masyarakat Sade.

Laki laki Sade bisa kawin lebih dari satu perempuan. Artinya, poligami adalah biasa. Penculikan sepupu juga biasa terjadi di antara para sepupu yang satu dan yang lain. Saya menemui Resti, seorang perempuan muda berumur 17 tahun yang sudah menggendong anak ke 2. Ia juga menikah melalui Merarik yang dilakukan oleh sepupunya. 

Sayang sekali agak sulit saya berkomunikasi dengan Resti. Sedikit perempuan Sade yang dapat berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia. Apa yang diaalami Resti nampaknya juga dialami banyak gadis di dusun ini. Saya bertemu dengan beberapa perempuan muda yang telah menggendong anak anak dan bayi. 

Terbayang di kepala saya bagaimana mereka menikah sebagai anak anak, tanpa pendidikan yang memadai. Mereka seakan mesin produksi yang dikendalikan oleh sistem yang bernama perkawinan. Memang, data Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan BPS untuk periode 2008 sd 2014 menunjukkan prosentasi perkawinan anak di wilayah Lombok adalah satu dari beberapa wilayah Indonesia dengan nilai tertinggi (25,7%) di bawah Sulawesi Barat (37,3%). Ini tinggi. Artinya, 1 dari 3 perkawinan adalah perkawinan anak. 

Anak Anak Perempuan Tak Bersekolah (Dokumentasi Pribadi)
Anak Anak Perempuan Tak Bersekolah (Dokumentasi Pribadi)
Ada rasa sedih melihat ini karena lokasi Sade tidak jauh dari bandara Lombok. Artinya, ia berada di antara hiruk pikuk manusia yang berpindah dari sati tempat ke tempat lain, dengan membawa begitu banyak informasi. 

Apakah demi keaslian budaya dan murninya keturunan harus dilakukan dengan mengorbankan generasi? Sampai kapan mereka bertahan tanpa pendidikan memadai. Ini adalah 'mengkonservasi' budaya menjadi bagian dari upaya bertahan hidup atas nama pengembangan wisata budaya, jelasnya ekonomi.

4. Perempuan Dibuang bila Salah Menetapkan Mahar.

Terdapat persoalan pelik lain dalam pernikahan Sasak ini. Meminang gadis di luar dusun Sade artinya membayar mahar, minimal Rp 20 juta untuk harga seekor kerbau. Bila 2 ekor kerbau yang dijadikan mahar, artinya laki laki harus membayar Rp 40 juta. Sementara, 'menculik' sepupu atau Merarik hanya memerlukan dana maksimal Rp 2,5 juta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun