Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Selamat Hari PRT, Ibu Parli, Mbak Yem, dan PRT Seluruh Indonesia!

15 Februari 2019   13:05 Diperbarui: 15 Februari 2019   19:39 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PRT di masa penjajahan Belanda. (Sanitasi.Net)

Di saat lain, saya mendengar seorang ibu tidak merasa 'sreg' dengan PRT nya karena setelah selesai bekerja, PRT sering ada di dalam kamar. Padahal mungkin saja PRT itu bingung hendak duduk di mana, karena mereka tentu tidak diijinkan duduk di kursi yang ada. Duduk di dapur juga bosan. Terdapat juga ibu rumah tangga yang menyebarkan video rekaman kegiatan dan tingkah PRT yang ada pada CCTV melalui grup WA. 

Di kalangan keluarga yang masih feodal walaupun hidup di jaman digital ini, PRT tetap dituntut memiliki sopan santun seperti di masa penjajahan. PRT harus duduk di lantai ketika berbicara dengan majikan yang sedang duduk, misalnya. PRT pun ada yang masih diharapkan memanggil tuan dan nyonya mudanya dengan panggilan 'den', misalnya. Ini masih ada. 

PRT di masa penjajahan Belanda. (Sanitasi.Net)
PRT di masa penjajahan Belanda. (Sanitasi.Net)
Soal PRT yang merawat bayi ada banyak cerita. Mulai dari yang kasar pada momongan sampai soal tidur ketika momongan tidur. Sementara, sering kita temui di resto di mal, sang ibu dan keluarga sibuk makan, sementara sang  pengasuh anak tetap sibuk mengurus anak. Sayapun tak melihat PRT itu makan walau semua anggota keluarga sudah menyelesaikan makannya. Mungkin ia sudah dipesan untuk makan di rumah supaya tidak harus makan bersama keluarga di resto di mal. 

Ada pula ibu yang mengeluhkan honor 'infal' PRT yang tinggi selama lebaran. Padahal, tak bersama keluarga pada saat lebaran tentu juga tidak mudah.Dan lain lain dan seterusnya. 

Pada akhir tahun 2018 kita terhentak dengan media yang menuliskan soal PRT yang menjadi dalang pencurian harta majikannya senilai Rp 2,9 miliar. Itu adalah uang tunai sebesar Rp 2,2 miliar dan perhiasan emas senilai Rp 700 juta (Tempo, 29 November 2018). 

Pada saat yang sama, kita sering membaca di media soal PRT yang dipecat karena duduk di kursi meja makan 'majikannya' sambil 'bermain' HP (BBC.com, 6 Juli 2018).  Cerita soal PRT tak akan berhenti. Selalu ada. Kasus pekerja migran yang PRT juga beragam.  

Mulai dari yang pulang 2 tahun sekali membawa banyak uang remitansi untuk membangun masjid dan membiayai anaknya, sampai mereka yang dianiaya, luka dan bahkan pulang dalam kotak mayat. 

Soal kontrak yang tidak jelas, soal jam kerja yang panjang, soal hak yang tidak diberikan, soal paspor yang ditahan majikan, soal tak ada hari libur, soal perlakuan kasar, sampai perkosaan dan penyiksaan juga menjadi bagian dari kehidupan PRT yang pekerja migran.

Perusahaan atau yayasan yang mengelola PRT juga memberikan banyak cerita. Walau ada 'ibu yayasan' yang baik dan punya hati, tetapi banyak cerita soal rumah penampungan yang tidak manusiawi. 

Biasanya, para calon PRT ini juga bekerja sukarela di yayasan. Kadang kadang cara menawarkan calon pekerjanyapun dilakukan seperti di pasar hewan. Banyak PRT dalam suatu ruang, dan calon majikan bisa memilih mana yang nampak sesuai. Sedih melihatnya.

PRT di Rumah Yayasan Pengelola Pekerja (ANTARA/GALIH PRADIPTA)
PRT di Rumah Yayasan Pengelola Pekerja (ANTARA/GALIH PRADIPTA)
Saat ini bermunculan jasa untuk membersihkan rumah online yang bisa membantu kita dengan hitungan jam. 'Go Clean', misalnya. Bagi kalangan PRT ini mungkin suatu kesempatan, karena mereka bisa mendapatkan bekerja dengan waktu lebih pendek dan dengan upah lebih baik. Di sisi lain, ini bisa dimaknai sebagai pesaing mereka, baik yang bekerja sebagai PRT purna waktu maupun yang 'pocokan'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun