Di saat lain, saya mendengar seorang ibu tidak merasa 'sreg' dengan PRT nya karena setelah selesai bekerja, PRT sering ada di dalam kamar. Padahal mungkin saja PRT itu bingung hendak duduk di mana, karena mereka tentu tidak diijinkan duduk di kursi yang ada. Duduk di dapur juga bosan. Terdapat juga ibu rumah tangga yang menyebarkan video rekaman kegiatan dan tingkah PRT yang ada pada CCTV melalui grup WA.Â
Di kalangan keluarga yang masih feodal walaupun hidup di jaman digital ini, PRT tetap dituntut memiliki sopan santun seperti di masa penjajahan. PRT harus duduk di lantai ketika berbicara dengan majikan yang sedang duduk, misalnya. PRT pun ada yang masih diharapkan memanggil tuan dan nyonya mudanya dengan panggilan 'den', misalnya. Ini masih ada.Â
Ada pula ibu yang mengeluhkan honor 'infal' PRT yang tinggi selama lebaran. Padahal, tak bersama keluarga pada saat lebaran tentu juga tidak mudah.Dan lain lain dan seterusnya.Â
Pada akhir tahun 2018 kita terhentak dengan media yang menuliskan soal PRT yang menjadi dalang pencurian harta majikannya senilai Rp 2,9 miliar. Itu adalah uang tunai sebesar Rp 2,2 miliar dan perhiasan emas senilai Rp 700 juta (Tempo, 29 November 2018).Â
Pada saat yang sama, kita sering membaca di media soal PRT yang dipecat karena duduk di kursi meja makan 'majikannya' sambil 'bermain' HP (BBC.com, 6 Juli 2018). Â Cerita soal PRT tak akan berhenti. Selalu ada. Kasus pekerja migran yang PRT juga beragam. Â
Mulai dari yang pulang 2 tahun sekali membawa banyak uang remitansi untuk membangun masjid dan membiayai anaknya, sampai mereka yang dianiaya, luka dan bahkan pulang dalam kotak mayat.Â
Soal kontrak yang tidak jelas, soal jam kerja yang panjang, soal hak yang tidak diberikan, soal paspor yang ditahan majikan, soal tak ada hari libur, soal perlakuan kasar, sampai perkosaan dan penyiksaan juga menjadi bagian dari kehidupan PRT yang pekerja migran.
Perusahaan atau yayasan yang mengelola PRT juga memberikan banyak cerita. Walau ada 'ibu yayasan' yang baik dan punya hati, tetapi banyak cerita soal rumah penampungan yang tidak manusiawi.Â
Biasanya, para calon PRT ini juga bekerja sukarela di yayasan. Kadang kadang cara menawarkan calon pekerjanyapun dilakukan seperti di pasar hewan. Banyak PRT dalam suatu ruang, dan calon majikan bisa memilih mana yang nampak sesuai. Sedih melihatnya.